Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Di Jakarta; Uang di Mana-mana

5 September 2014   18:53 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:32 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jakarta selalu menjadi magnet bagi para perantau daerah. Gampang cari uang di Jakarta, begitulah kira-kira yang ada di benak mereka. Siapapun yang pergi ke Jakarta, pulangnya selalu membawa symbol keberhasilan. Bawa motor, istri, anak, bahkan beberapa diantaranya sanggup beli tanah dan bangun rumah di kampong. Distribusi ekonomi dan show room kesuksesan itu terjadi setahun sekali; lebaran.

Tak ada kata pedih yang diberitakan, siapapun perantaunya, apa pun pekerjaannya di Jakarta. Saat pulang kampong, mereka adalah sosok berhasil. Mampu mengangkat derajat keluarga. Sehingga sanak saudara pun titip anggotanya untuk mencicipi kesuksesan ala perantau ini. Setiap kali perhelatan akbar lebaran berakhir, Jakarta kembali berdenyut lengkap dengan ribuan pengadu nasib baru. Kota yang kelebihan beban ini pun kian compang camping. PKL baru dan pemukiman liar baru. Bak jamur di musim hujan. Seperti pepatah tua, mati satu tumbuh seribu.

Di Jakarta, uang memang bertebaran. Di mana-mana bisa ditemukan. Ibarat kata, berak dan kencing pun; uang! Ini bukan sekedar perumpamaan, tapi fakta. Di mana di Jakarta ini untuk kencing tak mengeluarkan uang? Pom bensin! Dulu benar, Anda kencing tak mengeluarkan uang, tapi sekarang, selalu terpampanng tulisan ; dana kebersihan dan kotak kecil di depan pintu. Tak terang-terangan meminta memang, tapi selalu ada petugas yang memperhatikan saat Anda keluar kamar kecil. Berani tak mengeluarkan recehan? Tak nyaman pasti. Bahkan di Mall pun, untuk buang air kecil atau besar, perlu sedia setidaknya seribu rupiah. Anda beser? Salah satu bentuk budaya hidup boros di Jakarta.

Uang juga melimpah di putaran jalan. Berapa biaya yang dibutuhkan saat Anda ingin keliling Jakarta? Jangan lupa Anda mesti menghitung ada berapa kali Anda mesti memutar. Lihat peta jalannya benar-benar, bukan hanya untuk melihat lokasi, tapi juga putarannya. Di sana, ada banyak petugas yang sukarela dan siap hanya di beri tips gopek untuk memandu Anda memutar. Tapi Anda lupa memberi tips, biaya cat ulang kendaraan Anda jadi lebih mahal. Penuh goresan. Diminta atau tidak, mereka akan tetap membantu Anda.

Dari aspek ketahanan nasional, ini jelas menguntungkan; paling tidak sebagai jaring pengaman social. Agar kesenjangan tidak menimbulkan konflik. Sehingga stabilitas dapat tetap terjaga. Distribusi ekonomi jelas terjadi di sini; tempat kencing, juga persimpangan-persimpangan jalan. Apa yang saya kemukakan ini belum termasuk parker liar lho!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun