Pendidikan merupakan suatu sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan sistem yang ada lainnya guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek.
Sementara Pendidikan Islam adalah upaya rencana dalam menyiapkan manusia untuk mengenal, memahami, menghayati, dan mempercayai ajaran agama Islam dengan dibarengi tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan antarumat beragama untuk menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa.
Antarumat beragama disini dalam artian menghormati dan menghargai orang-orang yang bukan beragama islam atau sering disebut non muslim.
Tentunya banyak sekali pendidikan islam yang dinaungi oleh lembaga/instansi yang terbuka umum untuk siapapun yang ingin menuntut ilmu ditempat ini, tidak melulu soal dari mana ia berasal ataupun agama apa yang ia anut.
Kita sudah tidak asing saat melihat mahasiswa non-muslim kuliah di Perguruan Tinggi Islam ataupun PTKIN (Perguruan Tinggi Keagaman Islam Negeri) yang merupakan Perguruan Tinggi dibawah Kementerian Agama.
Meskipun berlatar agama islam, namun PTKIN adalah perguruan tinggi yang Inklusif. Maksud dari inklusif ini adalah semua masyarakat yang memenuhi syarat kelulusan, dapat menempuh studi di UIN/IAIN/STAIN tanpa harus melihat agama nya. Banyak PTKIN yang memiliki mahasiswa dari berbagai latar agama, misalnya UIN Jakarta yang dalam pers rilisnya, terdapat mahasiswa dengan latar agama Kristen, Katolik, Budha & Khonghucu.
“UIN Jakarta adalah kampus inklusif. Siapa pun boleh kuliah dan belajar tentang Islam. Bagi non muslim, silakan belajar tanpa harus mengonversi agamanya,” kata Rektor seperti dilansir di laman UIN Jakarta. (UIN Jakarta, 2018). Sudah jelas apa yang disampaikan oleh ibu rektor UIN Jakarta bahwasanya siapapun boleh menimba ilmu di UIN Jakarta dan penulis pun yakin bukan UIN Jakarta saja yang bersikap seperti itu kepada non muslim alias masih banyak sekali kampus-kampus yang berlatar belakang islam membuka pintu selebar-lebarnya untuk orang-orang non muslim belajar dikampusnya.
Bukan saja di ranah kampus, bahkan di tingkat SLTA pun banyak sekolah berbasis islam yang memperbolehkan siswa-siswi non muslim untuk bersekolah ditempatnya, misalnya menurut pengalaman penulis di SMA nya dulu ada bahkan banyak sekali siswa-siswi non muslim yang menimba ilmu di tempat yang sama.
Kita bersama-sama menuntut ilmu dan saling toleransi satu sama lain, begitupun dengan kebijakan sekolah ini yang membuat suatu mekanisme/sistem khusus yang menurut penulis ini adalah kebijakan yang sangat hebat dimana siswa-siswi non muslim diberikan fasilitas untuk belajar tentang agamanya masing-masing ketika siswa-siswi yang beragama islam belajar tentang agamanya.
Jadi, sistemnya adalah sekolah mengundang satu orang yang ahli dalam agamanya semisal agama kristen yaitu pendeta untuk membimbing siswa-siswi Kristen belajar disetiap jadwal dan hari yang sudah ditetapkan oleh pihak sekolah.
Ini menandakan bahwasanya begitu besar sikap toleransi antarumat dan agama, ini juga sesuai dengan pengertian pendidikan islam yang telah penulis cantumkan di bagian awal.