Bahkan BPJS Kesehatan juga memiliki histori yang buruk, beberapa kali dana diselewengkan di tingkat daerah. Misalnya kasus Korupsi RSUD Namlea, dan juga kasus suap Plt. Kadinkes Jombang kepada Bupati Jombang. Yang mana sebagian dana suap berasal dari kapitasi BPJS Kesehatan yang dihimpun melalui puskesmas-puskesmas di Kabupaten Jombang.
Buruknya rekam jejak pemerintah dalam mengelola dana masyarakat menumbuhkan kekhawatiran akan korupsi yang saat ini semakin menjadi-jadi. Dual program-kebijakan BP Jamsostek dan BP Tapera serta kurangnya pengalaman Tapera dalam mengelola dana jumlah besar menjadikan program ini sangat rentan penyelewengan dan korupsi.
Pak Presiden, BPJS Kesehatan dan Tapera itu Berbeda
Presiden Joko Widodo memberikan statement bahwa pro-kontra yang saat ini terjadi adalah karena program Tapera yang belum berjalan. Ia mencontohkan BPJS Kesehatan yang menghimpun dana peserta, yang mana setelah manfaatnya dirasakan banyak yang pro.
Padahal secara pengelolaan dan sistem kerja keduanya sangatlah berbeda. BPJS besarannya dinilai bergantung kelas yang dipilih sehingga bisa disesuaikan dengan kemampuan peserta. Â Yang mana masyarakat membayar secara langsung kepada BP Jamsostek. Dan manfaatnya dapat langsung dirasakan ketika berobat di fasilitas kesehatan terdekat.
Hal ini sangat berbeda dengan Tapera, yang besarannya ditentukan dalam persentase gaji dan dipotongkan secara PAKSA. Juga proses penerimaan manfaat yang tidak secara langsung dirasakan. Dimana dana yang dihimpun akan disimpan oleh BP Tapera untuk diinvestasikan agar dana perumahan mengembang.
Yang mana hasil yang diterima nantinya akan berbeda-beda antara peserta satu dengan lainnya, karena besaran iuran yang diberikan juga berbeda. Karena dana dikembangkan melalui investasi, maka keberhasilan investasi oleh Manajer Investasi juga sangat berpengaruh pada hasilnya.
Maka akan sangat kurang apple-to-apple kalau membandingkannya dengan BPJS kesehatan, bapak.
Dengan alasan di atas, maka TAPERA bukan lagi Tabungan Perumahan Rakyat, melainkan Tambahan Penderitaan Rakyat!!!
Menelisik Sejarah Program Perumahan Rakyat
Sebenarnya program rumah rakyat sudah sangat sering digadang oleh banyak pemerintah sebelumnya. Jika melihat sejarah bahkan sejak masa Kolonial Belanda sudah pernah dirancang melalui N. V. Volkshuisvesting (Perusahaan Perumahan Umum) dan Gemeentelijke Woning Bedrijven (Otoritas Perumahan Kota), yang kemudian berakhir tidak tepat sasaran karena harga yang diberikan cukup susah dijangkau kalangan rendah. Pasca kemerdekaan program tersebut digagas lagi oleh Wapres Mohammad Hatta dengan kebijakan Rumah Jelata.
Kondisi politik saat itu tidak memungkinkan terlaksana program tersebut, sehingga akhirnya sampai masa Soeharto, menteri Perusahaan Umum masa itu, Rahdinal Muchtar, memperkenalkan Perumnas (Perusahaan Pembangunan Perumahan Nasional) untuk memperlancar program rumah rakyat. Dari Perumnas ini bekerja sama dengan Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai penyedia kredit. Pada masa inilah dikenalkan istilah KPR (Kredit Pemilikan Rumah).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H