BP Jamsostek memperkenalkan Manfaat Layanan Tambahan (MLT) - Jaminan Hari Tua (JHT) yang mana dalam program ini memberikan peserta mendapat kemudahan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Uniknya, program ini juga dikenalkan pada tahun yang sama saat UU Tapera disahkan, yakni pada 2016. Tepatnya dalam Permenaker No. 35 Tahun 2016. yang kemudian direvisi pada Permenaker No. 17 Tahun 2021. Bahkan program ini juga sempat disinggung dalam Peraturan Pemerintah nomor 46 Tahun 2015.
Syarat yang diberikan oleh MLT-JHT ini juga tidak jauh berbeda dari Tapera. Yakni setidaknya sudah menjadi anggota minimal 12 bulan, tertib angsuran, dan digunakan untuk rumah pertama. Ya, syarat ini sangat mirip dengan syarat yang diberikan oleh TAPERA.
Lalu untuk apa pemerintah harus menerbitkan program baru yang isinya hampir sama bahkan bisa dibilang "plek-ketiplek" ini?
Tapera Bukti Pemerintah Lepas Tanggung Jawab
Mungkin banyak yang berpikir kebutuhan papan adalah bagian dari ranah privat seseorang. Sehingga banyak orang yang bekerja keras untuk mewujudkan hunian sederhananya. Bahkan menjaminkan tanah mereka pada swasta untuk mendapat kredit bangunan. Padahal konstitusi mengamanatkan negara untuk memenuhi, melindungi, dan menghormati hak warga negaranya atas rumah mereka.
Dengan adanya Program Tapera ini maka negara bisa saja lepas tanggung jawab, dan mendelegasikan peran ini ke pekerja. Dimana pekerja harus menyisihkan uang mereka dan mengumpulkan kepada negara. Yang secara tidak langsung menurunkan daya beli dari pekerja itu sendiri.
Adanya program ini Negara tidak lagi memenuhi amanat sesuai konstitusi. Karena negara hanya berperan sebagai pengumpul dana dari para pekerja tanpa memberikan peran langsung dalam perencaan, pendidik, peremajaan, dan pembiayaan.
Rentan Penyelewengan dan Korupsi
Ketika menghimpun dana, maka perlu adanya kontrol dari masyarakat yang dananya dihimpun. Sehingga perlu adanya keterbukaan dan kepercayaan antara pihak pemberi iuran dan pengepul iuran. Sayangnya pemerintah menjadi subjek pengumpul dana yang cukup banyak dikhawatirkan. Hal ini tentu bukan tanpa alasan, histori kotor dari perjalanan sejarah yang berkaitan dengan dana kerap kali dipertunjukkan.
Semisal kasus Korupsi Asabri yang menilap uang hasil iuran dana pensiun dan jaminan hari tua para ASN Kemenhan dan TNI-Polri.
Kasus Korupsi fiktif TASPEN yang diduga merugikan negara hingga ratusan milyar rupiah, yang dananya berasal dana pensiun para ASN yang lagi-lagi sumbernya adalah potongan gaji ASN.