Mohon tunggu...
Juca aiyolanda
Juca aiyolanda Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Historian dan Pendidik. Mahasiswa Pascasarjana Filologi UI.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Memahami Polemik Bahasa dan Budaya

8 Juni 2020   03:50 Diperbarui: 10 Juni 2020   00:45 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"when people live together without understanding each other, their survival instinct turn everything into fight"  sebuah pepatah hidup yang disampaikan oleh Sadhguru, seorang filsuf yogi dari India. 

Ungkapan tersebut sangat pantas menggambarkan posisi kita sekarang, kita cenderung bertengkar bahkan berkelahi hanya karena kita sering jatuh dalam kegagalan memahami satu dengan yang lainnnya. 

Salah satu alasan yang membuat kita salah dalam memahami sesuatu adalah minimnya ketertarikan literasi terhadap kebudayaan di luar dari kehidupan kita. Terlebih Indonesia yang dulunya Nusantara dengan letak geografis yang terpisah-pisah, sudah memiliki kebudayaan yang sangat beragam antara satu dengan yang lainnya,.

Tentunya penting memahami literasi kebudayaan agar timbulnya proses pembacaan yang cermat, dan tidak terkesan menghakimi satu sama lainnya.

Berkaca pada kasus aplikasi Alkitab berbahasa Minang yang dihapus karena takut menimbulkan kegaduhan di masyarakat, terlebih ini tidak sesuai dengan falsafah adat Minang yaitu adat bersendi syara', syara' bersendi Kitabullah. 

Falsafah ini akan sangat panjang untuk dijelaskan, akan tetapi secara sederhana dipahami bahwa orientasi kehidupan masyarakat Minang adalah berpegang teguh kepada syariat Islam, falsafah hidupnya memberi tuntunan hidup bagi orang-orang Minang baik di daerah asalnya atau diperantauan. 

Sebagai bahan Referensi mengenai Falsafah ini, salah satu karya yang menarik untuk dibaca adalah buku karya  seorang pakar Filologi yaitu Alm. Edward Djamaris dengan judul Tambo Minangkabau.

Itu merupakan kajian yang berangkat dari naskah-naskah kuno dengan Judul utama Minangkabau ditiap naskahnya. Karya tersebut akan mengantarkan kita memahami masyarakat dan adat Minangkabau.

Hasil suntingan teks naskah-naskah Tambo Minangkabau ini menjelaskan cerita dengan dua tokoh sentral dalam penceritaannya. Datuk katumanggungan dan Datuk Perpatih yang membagi wilayah Minangkabau menjadi 2 Wilayah Utama. 

Laras Koto Piliang oleh Datuk Katumanggungan dan Laras koto Piliang oleh Datuk Perpatih. Dalam penceritaan diketahui bahwa sistem pemerintahan yang dipakai dalam 2 wilayah tersebut juga berbeda antara Aristokrat (Datuk Kutamanggungan) dan Demokratis (Datuk Perpatih). 

Pokok pemerintahannya antara lain: (1)menyebarkan agama Islam dan mengislamkan baik masyarakat dan Belanda yang datang; (2)Tidak menimbulkan perpecahan dan perselisihan antar sesama; (3) menganjurkan menunaikan haji ke Mekkah, teguh memegang adat dan ajaran Islam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun