Mohon tunggu...
JUBAEDAH HARYANI
JUBAEDAH HARYANI Mohon Tunggu... Penulis - Content writer

Penulis eksploratif, inovatif, dan terbuka untuk ide-ide baru

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Beauty Standards: Siapa yang Menentukannya?

29 Oktober 2024   18:30 Diperbarui: 29 Oktober 2024   19:43 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau ditanya, apa sih yang membuat seseorang itu disebut cantik? Jawabannya pasti berbeda-beda, tergantung dari siapa yang menjawab. Namun, apakah kamu sadar bahwa beauty standards yang kita kenal sekarang sebenarnya bukan sesuatu yang tetap, apalagi alami? Lalu, siapa yang menentukan standar ini? Kenapa kita merasa perlu menyesuaikan diri dengan standar tersebut?

Cantik itu relatif, tapi kenapa ada standarnya?

Sebelum kita membahas lebih jauh. Yuk, kita mulai dengan satu fakta penting bahwa kecantikan itu sebenarnya relatif. Artinya, kecantikan bukanlah sesuatu yang sama di mata setiap orang. Di berbagai budaya dan zaman, definisi “cantik” selalu berubah. Apa yang dulu dianggap cantik, mungkin sekarang sudah berbeda.

Di zaman Yunani Kuno, tubuh gemuk melambangkan kemakmuran dan kesehatan. Namun, pada era Victoria di Eropa, tubuh yang kurus dan pinggang yang kecil malah menjadi lambang kesempurnaan. Sementara itu, di era modern, tubuh yang ideal sering diasosiasikan dengan tinggi, langsing, dan berkulit cerah. Lantas, siapa yang benar-benar menentukan standar ini?

Industri media dan fashion

Salah satu penentu terbesar beauty standards adalah media. Sejak kemunculan majalah-majalah mode, iklan televisi, hingga sosial media, kita terus-menerus disuguhkan dengan gambaran tentang bagaimana perempuan “seharusnya” terlihat. Mulai dari aktris, model, dan selebriti yang memenuhi layar kaca sering kali menggambarkan standar yang sama, seperti kulit putih, tubuh ideal, rambut panjang terurai, dan wajah simetris.

Industri fashion juga memiliki peran besar. Ketika para desainer menciptakan pakaian, mereka merancangnya untuk model-model yang sesuai dengan "standar" tertentu. Akibatnya, kita terbiasa melihat hanya satu tipe kecantikan yang terus-menerus dipromosikan.

Faktanya, tidak semua orang punya tubuh seperti model runway. Apakah itu berarti kita yang berbeda dari standar tersebut jadi tidak cantik? Tentu saja tidak. Namun, kenyataannya, sering kali standar yang ditampilkan ini bikin kita merasa kurang percaya diri, seolah-olah kita harus memenuhi kriteria tersebut untuk dianggap menarik. Padahal, sebenarnya industri media dan fashion menciptakan beauty standards untuk kepentingan komersial dan mempromosikan suatu brand.

Tekanan sosial dan ekspektasi yang membebani

Selain media, beauty standards juga sangat dipengaruhi oleh tekanan sosial. Mulai dari teman, keluarga, bahkan lingkungan kerja bisa memberikan ekspektasi yang tidak disadari tentang penampilan kita. Misalnya, pernah tidak kamu mendengar komentar seperti, “Kok sekarang kamu gemukan, ya?”, "Kok kurus banget, sih?", atau “Kok wajahmu jerawatan banget?” Hal-hal kecil seperti itu bisa membuat kita merasa perlu selalu tampil sempurna.

Tekanan sosial ini sering kali menjadi lebih kuat karena ekspektasi yang tinggi terhadap perempuan. Seorang perempuan diharapkan bisa “serba sempurna”, sukses dalam karier, menjadi ibu yang baik, dan tetap menjaga penampilannya. Seolah-olah nilai kita sebagai perempuan diukur dari seberapa sesuai penampilan kita dengan standar yang ada.

Peran sosial media

Sosial media menambah lapisan lain dalam tekanan beauty standards. Aplikasi seperti Instagram atau TikTok sering kali dipenuhi dengan gambar perempuan yang tampak sempurna. Namun, ketika kita terus-menerus melihatnya, kita mulai membandingkan diri dengan standar yang sebenarnya tidak realistis.

Akibatnya, banyak dari kita merasa kurang puas dengan diri sendiri. Padahal, orang-orang yang kita lihat di sosial media pun sering kali tidak tampil seperti itu dalam kehidupan nyata. Beauty standards di sosial media justru semakin sulit dicapai karena sangat jauh dari realitas.

Bagaimana mengubah cara pandang kita terhadap kecantikan?

1. Berhenti membandingkan diri dengan orang lain

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun