Kasus pelecehan terhadap perempuan tampaknya masih menjadi permasalahan serius di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Mulai dari pelecehan verbal hingga kekerasan fisik dan seksual, berbagai bentuk pelecehan seolah telah menyusup ke dalam setiap aspek kehidupan perempuan.
Ketika kita berbicara tentang ruang aman, pertanyaannya adalah, “Masihkah ada ruang di mana perempuan bisa merasa benar-benar terlindungi?”
Pelecehan di tempat umum
Transportasi umum, seperti bus dan kereta, sering kali menjadi arena pelecehan seksual. Berdasarkan survei terbaru yang dirilis oleh Komnas Perempuan, lebih dari 50% perempuan di Indonesia pernah mengalami pelecehan seksual di tempat umum. Kasus-kasus ini kerap tak terlaporkan, baik karena rasa malu, takut akan stigma sosial, atau kurangnya penanganan dari pihak berwenang.
Ruang publik yang seharusnya menjadi tempat yang aman, justru berubah menjadi ruang yang penuh ketakutan bagi perempuan. Banyak yang mengaku waspada sepanjang waktu, selalu memegang tas erat atau berjalan cepat untuk menghindari situasi yang tak diinginkan.
Pelecehan di dunia kerja
Tidak hanya di tempat umum, pelecehan di dunia kerja juga masih sering terjadi. Kasus-kasus pelecehan verbal hingga kekerasan seksual kerap menimpa perempuan. Ironisnya, tidak semua perusahaan memiliki sistem penanganan yang jelas atau memadai. Perempuan yang melaporkan pelecehan di tempat kerja sering kali mendapatkan perlakuan diskriminatif, tekanan, ancaman, atau bahkan dikeluarkan dari pekerjaan mereka.
Menurut sebuah studi oleh World Bank pada 2023, satu dari tiga perempuan di dunia kerja di Indonesia pernah menjadi korban pelecehan seksual. Fakta ini menunjukkan bahwa dunia kerja masih jauh dari kata aman bagi perempuan.
Kasus terbaru di India
Baru-baru ini kasus pembunuhan dan pelecehan seksual terhadap dokter magang di India, Dr. Moumita Debnath, terjadi pada 9 Agustus 2024. Dr. Moumita ditemukan dalam kondisi mengenaskan di aula seminar Rumah Sakit RG Kar Medical College, Kolkata.
Dr. Moumita dilaporkan hilang oleh rekan-rekannya pada pagi hari tanggal 9 Agustus 2024. Ia ditemukan tak bernyawa dalam kondisi setengah telanjang dengan banyak luka, yang mengindikasikan bahwa ia telah menjadi korban kekerasan seksual oleh lebih dari satu pelaku. Hasil otopsi mengungkapkan adanya pendarahan di mata, mulut dan area pribadi korban.
Pihak kepolisian India telah menangkap salah satu tersangka pelaku. Kasus ini memicu kemarahan publik dan seruan untuk perubahan sistemik untuk memastikan keselamatan dokter, terutama perempuan, di lingkungan kerja mereka.
Sebagai bentuk protes, hampir seluruh layanan medis di India dihentikan sementara untuk menuntut keadilan bagi mendiang Dr. Moumita. Tagar #JusticeForMoumita kini ramai diperbincangkan di media sosial, menyerukan agar tindakan hukum yang tegas segera diambil.
Pelecehan di lingkungan terdekat
Di lingkungan kita, kasus pelecehan terhadap perempuan masih sering terjadi dan ironisnya korban sering kali disalahkan, entah karena pakaian atau alasan lain. Bahkan, seorang ibu yang sedang beribadah di tempat suci dengan pakaian tertutup pun tak luput dari pelecehan.
Maraknya pemberitaan tentang anak perempuan yang menjadi korban pelecehan oleh orang-orang di lingkungan terdekat membuat kita bertanya-tanya, jika rumah dan lingkungan sekitar tidak lagi aman bagi mereka, lalu di manakah ruang aman itu?
Dunia digital adalah ruang yang tak kalah menakutkan
Dengan kemajuan teknologi dan berkembangnya media sosial, pelecehan di dunia digital kini menjadi masalah yang kian meresahkan. Pelecehan online, seperti body shaming, ancaman kekerasan, hingga revenge porn, menjadi bentuk kekerasan baru yang sulit untuk dikontrol. Platform media sosial, meskipun menawarkan kebebasan berekspresi, sering kali berubah menjadi ruang yang kurang aman bagi perempuan.
Laporan dari Digital Rights Foundation mengungkapkan bahwa lebih dari 70% perempuan muda di Indonesia pernah menjadi korban kekerasan online. Tanpa adanya regulasi yang jelas dan penegakan hukum yang tegas, pelecehan di dunia digital kian sulit dikendalikan.
Apa yang bisa dilakukan?
Melihat kenyataan pahit ini, apakah ruang aman bagi perempuan benar-benar sudah hilang? Upaya kolektif dari pemerintah, masyarakat dan lembaga sosial sangat penting. Pendidikan sejak dini mengenai pencegahan pelecehan perlu diberikan, termasuk mengajarkan anak-anak tentang menghargai orang lain dan batas pribadi.
Peraturan yang lebih tegas terkait pelecehan seksual harus diterapkan, disertai dengan perlindungan yang memadai bagi korban. Mekanisme pelaporan yang aman dan mudah diakses juga sangat penting agar perempuan merasa berani melapor tanpa rasa takut atau malu. Selain itu, kesadaran tentang hak-hak perempuan untuk mendapatkan keamanan perlu terus ditingkatkan.
Di era digital, pengawasan platform media sosial harus diperketat. Lembaga negara dan perusahaan teknologi perlu bekerja sama membuat regulasi yang melindungi perempuan dari pelecehan dan kekerasan online.
Mari ciptakan ruang yang aman bagi perempuan
Pelecehan terhadap perempuan dapat terjadi di mana saja, baik di ruang fisik maupun digital. Namun, ruang aman bagi perempuan masih bisa tercipta jika ada upaya kolektif dari semua pihak. Dengan kesadaran yang lebih tinggi, penegakan hukum yang tegas dan pemberdayaan perempuan, harapan untuk menciptakan ruang aman bagi perempuan masih terbuka lebar.
Perempuan berhak mendapatkan rasa aman, di mana pun mereka berada, di rumah, di tempat kerja, di ruang publik, atau bahkan di dunia maya. Mari kita berjuang bersama untuk mewujudkan dunia yang lebih aman untuk perempuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H