Apakah kamu merasa terjebak dalam rutinitas monoton, stres karena pekerjaan, sulit move on, baperan, mudah tersinggung atau marah-marah, serta terlalu khawatir dengan hal-hal kecil yang sebenarnya tidak terlalu penting? Mungkin sudah saatnya kamu mencoba filosofi stoisisme yang dibahas dalam buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring.
Meskipun terdengar agak asing, filosofi ini bisa membantu kita menemukan ketenangan di tengah kekacauan hidup sehari-hari. Jauh dari kesan filsafat yang berat dan mengawang-awang, Filosofi Teras justru menawarkan pendekatan praktis yang relevan untuk kehidupan Milenial dan Gen Z saat ini.
Apa itu stoisisme?
Sebelum kita melangkah lebih jauh, mari kita kenali terlebih dahulu apa itu stoisisme. Lebih dari 2000 tahun yang lalu, sebuah mazhab filsafat kuno menemukan akar penyebab dan solusi dari berbagai emosi negatif.
Stoisisme atau yang dikenal juga sebagai Filosofi Teras, adalah filsafat Yunani-Romawi kuno yang dapat membantu kita mengatasi emosi negatif dan membangun mental yang tangguh dalam menghadapi dinamika kehidupan.
Filosofi ini mengajarkan kita cara hidup yang tenang dan bahagia melalui pengendalian diri, penerimaan dan kebijaksanaan.
Prinsip utama stoisisme
1. Fokus pada apa yang bisa kamu kendalikan
Salah satu inti dari stoisisme adalah memfokuskan energi kita pada hal-hal yang benar-benar bisa kita kendalikan. Misalnya, jika kamu menghadapi deadline pekerjaan yang menumpuk, daripada menghabiskan waktu mengkhawatirkan hasil akhir yang belum tentu sesuai harapan, lebih baik fokus pada upaya dan cara terbaik yang bisa kamu lakukan untuk menyelesaikannya.
Bagaimana cara mengetahui apa yang bisa saya kendalikan dan apa yang tidak? Pertimbangkan apakah tindakanmu dapat mempengaruhi hasilnya.
Jika ya, fokuslah pada tindakan tersebut. Namun, jika tidak, lepaskan kekhawatiranmu dan alihkan perhatianmu ke hal-hal yang lebih konstruktif.
2. Terima realita bahwa hidup tidak selalu sempurna
Stoisisme mengajarkan kita untuk menerima bahwa hidup tidak selalu sempurna. Kita semua pasti mengalami kegagalan dan kesalahan.
Yang terpenting adalah bagaimana kita merespons dan belajar dari pengalaman tersebut. Ketika kita berhenti berjuang melawan kenyataan yang tidak bisa diubah, kita sering kali merasa lebih damai dan bisa berpikir lebih jernih.