Kamu lagi asyik kerja di depan laptop, lalu tiba-tiba orangtua datang dan bilang, "Kamu kok nggak cari kerja yang bener? Masa di rumah terus aja?". Waduh, langsung lemes, kan?
Rasanya ingin ngejelasin tapi takut salah paham lagi. Memang, bekerja sebagai freelancer masih sering dianggap sebelah mata, terutama oleh generasi orangtua kita yang punya definisi kerja berbeda.
Freelance sebagai content writer, editor, videographer, social media specialist, copywriter, programmer, data analyst, YouTuber dan content creator, istilah-istilah pekerjaan yang populer di zaman sekarang, sering kali disalahpahami oleh orang tua kita yang memang tidak mengenal jenis pekerjaan ini di zaman mereka.
Jadi, tidak heran kalau kamu yang bekerja sebagai freelancer dengan sistem kerja WFH, WFC, WFA atau remote job, sering kali dikira sebagai pengangguran.
Freelance Itu bekerja, bukan pengangguran
Kalau kamu punya laptop, koneksi internet dan segunung deadline dari klien, berarti kamu bekerja! Sayangnya, nggak semua orangtua paham konsep ini.
Mereka masih terbiasa dengan definisi kerja yang “normal”, pergi ke kantor pagi-pagi, pulang sore, dapat gaji bulanan.
Freelance? Kerja dari rumah? Wah, langsung dianggap pengangguran. Buat mereka, kerja itu identik dengan seragam, kantor dan memiliki atasan.
Tapi, di zaman sekarang, kerja nggak harus begitu. Kita bisa jadi bos untuk diri sendiri, ngatur waktu kerja sesuka hati dan tetap menghasilkan uang.
Sayangnya, pekerjaan freelance ini kadang terlihat “gak jelas” di mata mereka karena nggak ada wujud fisiknya.
Kenapa orangtua sering salah paham dengan istilah pekerjaan zaman now?
Orangtua kita tumbuh di era yang berbeda. Di zaman mereka, pekerjaan yang dianggap stabil itu ya kerja kantoran.