Mohon tunggu...
Juarisman Sitinjak
Juarisman Sitinjak Mohon Tunggu... Sales - Jalinan kata yang menjadi makna

mencoba memahami meskipun tidak sepaham

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fast Food! Antara Bisnis, Kemanusiaan dan Spiritualitas

14 Juni 2021   13:23 Diperbarui: 14 Juni 2021   16:44 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Food | Dokumentasi Pribadi

Warna ungu akhir-akhir ini menghiasi lini masa di sosial media yang kita miliki. Ya, tepat sekali. Salah satu perusahaan waralaba cepat saji terkemuka di dunia baru saja merilis gebrakan baru dalam memasarkan produknya di Indonesia.

Mengusung konsep BTS Meal, McD berhasil membuat fans grup musik BTS asal korea yang berbasis di Indonesia berbondong-bondong mendapatkan paket makanan tersebut. Ada yang rela berangkat dari kota yang berbeda mencari gerai McD, ada yang rela antri dan ada pula yang memesan melalui aplikasi sehingga membuat antrian pengemudi ojek online yang panjang.

Dalam kesempatan berbeda, content creator yang telah mendapatkan makanan tersebut berusaha ikut dalam hype BTS meal dengan mereview paket makanan tersebut.

Dari fenomena di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa saat ini sudah terjadi pergeseran makna mengenai kegiatan MAKAN yang merupakan pemenuhan kebutuhan sehari-hari menjadi sebuah aktivitas yang lebih luas cakupannya. Fast food merupakan salah satu kontributor yang menyebabkan meluasnya makna aktivitas makan bagi sebagian masyarakat kita saat ini.

Bisnis

Sebagaimana yang kita lihat, gerai makanan cepat saji bertumbuh dengan sangat luar biasa dalam dekade terakhir ini. Contohnya gerai salah satu restoran cepat saji yang telah dibahas di awal tulisan ini telah mencapai lebih dari 18,000 gerai di 119 negara. 

Secara umum kita bisa menyimpulkan bahwa bisnis makanan, khususnya makanan cepat saji, sangat didukung dengan pertumbuhan gerai-gerai mereka. Menurut saya secara pribadi, pertumbuhan gerai-gerai tersebut juga tidak jauh berbeda dengan konsep bisnis property yang mengusung tagline lokasi! lokasi! lokasi! Pemilihan lokasi yang tepat sangat penting untuk menunjang performa bisnis masing-masing gerai.

Di sisi lain, mari kita perhatikan alur rantai pasok bahan baku dengan kondisi pertumbuhan positif dari jumlah gerai makanan cepat saji. Pertumbuhan bisnis makanan cepat saji yang ditandai dengan pertumbuhan gerai-gerainya sudah tentu membutuhkan pasokan bahan baku yang juga terus meningkat.

Selain itu, perusahaan makanan cepat saji juga terus-menerus mempelajari pola perilaku konsumen dan menerjemahkan data tersebut salah satunya dalam bentuk promosi yang atraktif untuk mengundang pelanggan membeli dalam kuantitas yang lebih banyak.

Mari lihat pola berikut. Pertumbuhan bisnis, promosi atraktif bagi pelanggan, dan kebutuhan pasokan bahan baku yang terus meningkat guna memenuhi pertumbuhan bisnis tersebut. Sangat tidak elegan kan kalau meluncurkan promosi tetapi tidak tersedia karena kehabisan stock.

Tak sedikit pula promosi yang dirilis berupa paket-paket makanan dengan konsep up size dengan psikologi harga yang cukup baik sehingga memberikan keinginan pelanggan membeli dalam jumlah lebih banyak.

Disinilah pemikiran yang lebih jauh mulai muncul dalam benak saya. Yaitu aspek kemanusiaan.

Kemanusiaan

Sumber daya pasti ada batasnya! Dengan keterbatasan tersebut, ada potensi bagi orang yang membutuhkan tidak dapat memperolehnya karena keterbatasan akses terhadap sumber daya tersebut, misalnya keterbatasan finansial dan jalur distribusi.

Bisnis makanan cepat saji seperti kondisi di atas berpotensi menyebabkan alokasi bahan baku pangan masuk ke bisnis ini secara besar-besaran. Sudah tentu bisnis makanan cepat saji kelas dunia memiliki permodalan yang kuat dan kekuatan jalur distribusi untuk mendapatkan bahan baku produksi. Hal inilah yang berpotensi mengurangi pasokan bagi masyarakat khususnya yang inferior dalam finansial dan akses terhadap jalur distribusi tersebut.

Pemikiran kemanusiaan saya mengantarkan kepada sebuah kesimpulan bahwa tidak mungkin menghentikan raksasa restoran cepat saji. Yang bisa dilakukan adalah pada level personal dengan perubahan pola pikir pribadi dengan landasan spiritualitas yang baik.

Spiritualitas

Meskipun dalam masyarakat modern saat ini MAKAN sudah mengalami pergeseran makna yang lebih luas dari sekedar pemenuhan kebutuhan sehari-hari, tetapi ada baiknya kita menyadari hakikat makan yang mendasar. Sesungguhnya aktivitas makan mengandung unsur pengorbanan dan kematian dari makhluk hidup yang lain. Contohnya ketika kita makan kuaci, bukankah itu ada unsur pengorbanan dari bunga matahari? Atau ketika kita makan lemper, bukankah itu ada unsur pengorbanan dari pohon pisang juga? 

Sudah sewajarnya kita menjalankan aktivitas makan dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Karena rahmat dan kebijaksanaan-Nya kita bisa menikmati seluruh ciptaan-Nya dan ada harmoni kehidupan antar ciptaan. Ciptaan yang satu memenuhi kebutuhan ciptaan yang lain. Betapa agung dan mulianya Tuhan.

Harapan saya, rasa syukur bisa mendorong rasa cukup dalam hal makan sehingga kita masing-masing bisa memahami lebih mendalam mengenai aktivitas makan dan tidak berlebihan dalam makan yang hanya sebatas merespon promosi atau demi popularitas konten.

Mari lebih bersyukur dengan setiap berkat makanan yang dianugerahkan kepada kita masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun