Mohon tunggu...
Juarisman Sitinjak
Juarisman Sitinjak Mohon Tunggu... Sales - Jalinan kata yang menjadi makna

mencoba memahami meskipun tidak sepaham

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Usia 30+ Belum Menikah, 2 Opsi Ini Bisa Jadi Pilihan

11 Juni 2021   17:46 Diperbarui: 16 Juni 2021   02:45 2465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi perempuan yang melajang. (sumber: pixabay.com/Pexels)

Idul Fitri 2019, saat kira-kira waktu Sholat Ied telah selesai, saya menghubungi teman yang sedang bertugas di pulau Kalimantan untuk mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri dan tentunya mengungkapkan permohonan maaf dengan tulus serta bersilaturahmi meskipun hanya melalui whatsapp call kala itu. 

Tak lama berselang, saya segera bertanya dengan nada iseng dan mengajukan pertanyaan "kenapa Lebaran kok ga mudik, bro?" dan jawaban yang mengejutkan terlontar dari speaker hp saya berkata "susah jawab pertanyaan dari keluarga besar!"  

Dari situ saya bisa menduga bahwa pertanyaannya adalah "Kapan Kawin?" atau mungkin pertanyaan dengan berbagai model yang berbeda tetapi intinya tetap sama. Wajar saja pertanyaan itu yang selalu disampaikan keluarga besarnya, mengingat teman saya ini sudah berusia 30+ dan belum menikah.

Mari kita berandai-andai..

Jika teman saya ini memutuskan untuk mudik ke kampung halamannya dan mendapatkan pertanyaan seperti itu, maka sebenarnya probabilitas terjadinya pertanyaan yang sama di tempat yang berbeda juga cukup besar. Mengapa?

Pendapat saya ini didukung oleh sebuah penelitian berjudul "What does it Mean to Be Single in Indonesia?" oleh Himawan et al., (2018). 

Dalam penelitian tersebut dinyatakan usia menikah di Indonesia semakin tertunda sekitar 3 tahun dari 1970-2010 dengan jumlah orang yang tidak menikah pada rentang usia 35-39 di tahun 2005 meningkat 3 kali lipat. 

Artinya, tingkat kelajangan di Indonesia meningkat drastis dan bisa saja Indonesia memimpin klasemen sebagai negara dengan tingkat kelajangan tertinggi di Asia dalam kurun waktu beberapa dekade mendatang.

Dengan demikian, probabilitas terjadinya pertanyaan "kapan kawin?" untuk orang lain di tempat berbeda juga sangat tinggi.

Single | Sumber: Pexels
Single | Sumber: Pexels

Lalu, apa saja faktor yang menyebabkan tingkat kelajangan di Indonesia meningkat? Dalam penelitian yang sama, Himawan et al., (2018) mengungkapkan 3 faktor yang menyebabkan hal tersebut:

 1. Kesetaraan akses pendidikan dan karir.

Pendidikan dan karir menjadi opsi yang cukup populer dibandingkan dengan terburu-buru untuk menikah. Saat ini kita juga sudah melihat partisipasi perempuan dalam angkatan kerja meningkat tajam. 

2. Lebih mudah memenuhi kebutuhan emosi dan seks diluar pernikahan. 

Bagi sebagian orang, seksualitas dan pernikahan bukan sesuatu yang sakral. Alhasil menurut mereka, hubungan seks pranikah dapat menjadi alternatif tanpa harus memperjuangkan sakralnya hubungan pernikahan itu. 

3. Meningkatnya jumlah pengguna internet.

Ternyata penggunaan sosial media, situs kencan, dan situs porno menyebabkan adiksi yang mengarah pada sebuah perilaku yang cenderung mengisolasi diri dan selanjutnya menurunkan keinginan untuk menjalin hubungan "riil" dengan orang lain.

Mari kembali membahas topik seperti pada judul. Apa saja opsi di usia 30+? 

Jika membahas kemungkinan status pernikahan yang akan ditempuh di usia tersebut, maka pilihannya ada dua yaitu MENIKAH atau TIDAK MENIKAH.

Menikah adalah pilihan dan tidak menikah pun adalah pilihan. Apapun pilihan yang diambil, keputusan itu harus dijalankan dengan pertimbangan yang matang dan penuh tanggung jawab. 

Saya secara pribadi sangat yakin ada orang-orang yang dapat menjadi versi terbaik dari dirinya dengan menikah tetapi ada pula yang menjadi versi terbaik dari dirinya tanpa menikah. 

Namun, bisa saja pandangan ini direduksi oleh stigma sosial di masyarakat yang menganggap orang yang menikah lebih baik daripada orang yang tidak menikah.

Terbukti dengan adanya julukan-julukan seperti perawan tua, lajang kota, bujang lapuk dan lain-lain. Label semacam ini cukup memberi tekanan psikologis bagi yang belum menikah pada usia tertentu, dan bisa menghadirkan perasaan tertolak di masyarakat.

Penting bagi kita sebagai bagian dari masyarakat, keluarga atau orang terdekat untuk menyadari arti "pilihan tidak menikah" sebagai keputusan yang harus dihargai dan diberikan dukungan. 

Yang terpenting bukan status pernikahan yang menjadi pilahannya, tetapi bagaimana orang tersebut menjadi versi terbaik dari dirinya dan memberikan kontribusi terbaik bagi masyarakat.

Bagi yang memilih untuk tidak menikah:

  1. Keputusan tidak menikah didasarkan pada kemantapan hati, pendirian teguh yang tidak tergoyahkan dan bukan perasaan sesaat.
  2. Jadilah versi terbaik dari diri anda untuk memberikan kontribusi bagi kemajuan masyarakat, agama, ilmu pengetahuan, bangsa dan negara.
  3. Sebaiknya tidak terjebak dalam pengejaran tanpa henti atas karir atau hal apapun yang menurut anda dapat meredam stigma sosial dari masyarakat akibat status kelajangan tersebut.
  4. Mengendalikan dorongan-dorongan seksual sehingga tidak terjerat dalam pengaruh buruk pornografi, seks bebas atau pelampiasan lain.

Bagi yang memilih untuk menikah:

1. Membuka diri untuk pergaulan "riil"  yang memungkinkan terjadinya interaksi sosial yang lebih luas dan nyata.

2. Jadi pribadi yang berkualitas bagi calon pasangan. Berkualitas bukan berarti tanpa kekurangan. Jadi, persiapkan juga ruang penerimaan bagi kekurangan pasangan nantinya.

3. Jadilah pasangan yang berkomitmen untuk saling membangun sehingga keduanya menjadi versi terbaik dari dirinya. Besi menajamkan besi, manusia menajamkan sesamanya.

4. Mohon restu dari orang tua

Selamat memilih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun