Adinda menjerit histeris, membangunkan Raka. Â
"Ada apa?!" Raka langsung bangun, melihat istrinya yang gemetaran sambil menunjuk ke arah cermin. Â
"Lihat, Ka! Ada tulisan di cermin itu!" Â
Namun, ketika Raka melihat, tulisan itu sudah hilang. Cermin itu kembali normal, seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Â
"Din, kamu mungkin mimpi buruk," kata Raka, mencoba menenangkannya. Â
"Tapi aku benar-benar lihat! Ada tulisan!" Adinda bersikeras. Â
Raka akhirnya setuju untuk memindahkan cermin itu ke gudang keesokan harinya. Namun, malam itu, Adinda tidak bisa tidur sama sekali. Â
Keesokan paginya, cermin itu dipindahkan ke gudang di belakang rumah. Adinda merasa sedikit lega, tetapi perasaan tidak nyaman itu tidak sepenuhnya hilang. Â
Namun, yang terjadi malam itu jauh lebih buruk. Adinda terbangun sekitar pukul dua pagi karena mendengar suara langkah kaki di lorong. Ia mengira itu Raka, tetapi ketika menoleh, suaminya masih tertidur pulas di sampingnya. Â
Ia memberanikan diri keluar kamar, mengikuti suara itu. Langkah kakinya membawanya ke arah gudang. Pintu gudang sedikit terbuka, meskipun ia ingat jelas bahwa Raka telah menguncinya. Â
Dengan tangan gemetar, ia mendorong pintu gudang perlahan. Di sana, cermin itu berdiri di tengah-tengah, tidak tersentuh. Namun, sesuatu di dalam cermin tampak berbeda. Â