Mohon tunggu...
Juan Ray
Juan Ray Mohon Tunggu... Lainnya - warga sipil dari Minahasa

Merenung dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lalang Rondor Malesung, Perjuangan Agama Minahasa Melawan Stigma

29 Juni 2024   16:09 Diperbarui: 29 Juni 2024   16:45 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber laman resmi Facebook Laroma, saat menjalankan ritual di Watu Lutau 

Namun, dengan kerugian materil dan imateril di atas yang dirasakan oleh penganut Laroma, jelas kejadian tersebut adalah pelanggaran terhadap UUD NRI 1945, dengan melanggar Pasal 28E ayat (1) "Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali." Bunyi Pasal 28E ayat (2) "setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya."

Pasal 28I ayat (1) hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Pasal 28I ayat (2) setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. Pasal 28I ayat (3), "identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban."

Pasal 29 ayat (1), "Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya." Dan, Pasal 29 ayat (2) UUD NRI 1945, "Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu."  

Kasus tersebut seperti membuka tudung lama, perjumpaan Bangsa Minahasa dengan Bangsa Asing, terutama dalam perebutan pengaruh dari sisi kesadaran spiritual. Dalam buku Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Sulawesi Utara (1984) karangan J.P. Tooy dan kawan-kawan dijelaskan bahwa misi kedua bangsa ini masuk ke Minahasa untuk menyebarkan ajaran Nasrani. Pada 1563, misi penyebaran agama Kristen Katolik di Minahasa oleh Portugis dilanjutkan oleh Spanyol sejak tahun 1580. Awalnya, keberadaan Spanyol diterima baik oleh rakyat Minahasa. Pada 1606. sebuah armada pimpinan Christoval Suarez untuk mengikat persahabatan antara Kerajaan Spanyol dengan rakyat Minahasa.

Akan tetapi, itikad baik dari rakyat Minahasa kepada disalahgunakan oleh Spanyol, juga niat kaum misionaris mereka dalam menyebarkan agama Katolik harus tercoreng oleh ulah para tentara. Tindakan para prajurit Spanyol sangat menyakiti hati rakyat Minahasa. Mereka dengan seenaknya merampas makanan, bahkan tega bertindak tidak senonoh terhadap kaum perempuan di Minahasa, demikian tulis J.P. Tooy dan kawan-kawan dalam bukunya.

Puncaknya pada 1644. Tentara Spanyol yang sedang memasuki desa memukul dan melukai salah seorang pemimpin rakyat Minahasa yang ada di Tomohon. Dikutip dari Watuseke F.S. dalam Sejarah Minahasa (1968), rakyat Minahasa menganggap perbuatan itu sudah keterlaluan dan menurunkan martabat serta harga diri pemimpin yang dihormati oleh seluruh rakyat. Peristiwa ini pun menjadi tanda dimulainya perlawanan rakyat Minahasa terhadap Spanyol.

Konteks kedatangan bangsa Eropa ini, bukan hanya memberikan nestapa bagi sumber daya alam Minahasa yang mulai dieksploitasi secara besar-besaran, tetapi juga bila ditilik lebih intim, adalah misi penyebaran. Konsep untuk menanamkan paradigma kepercayaan baru kepada Orang Minahasa. Memang penilaian ini bisa menimbulkan perdebatan, akan tetapi, terbukti dengan kasus stigma serta tindakan intoleran terhadap kaum minoritas, apalagi Agama Malesung, yang notabene adalah perwujudan di era modern dari agama luhur Bangsa Minahasa tentunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun