Mohon tunggu...
Juan Ray
Juan Ray Mohon Tunggu... Lainnya - warga sipil dari Minahasa

Merenung dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lalang Rondor Malesung, Perjuangan Agama Minahasa Melawan Stigma

29 Juni 2024   16:09 Diperbarui: 29 Juni 2024   16:45 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber laman resmi Facebook Laroma, saat menjalankan ritual di Watu Lutau 
Sumber laman resmi Facebook Laroma, saat menjalankan ritual di Watu Lutau 

Hasil wawancara dan penggalian informasi dengan Ketua Umum Laroma, Iswan Sual, pada 2018 silam dalam nuansa yang santai, sembari kami bersama-sama dalam pertemuan diskusi hangat dengan kawan-kawan aktivis masyarakat adat dan pegiat budaya Minahasa lainnya, Sual mengungkapkan, trah ajaran luhur Laroma memiliki akar dari pengajaran dari Dotu Lumimuut dan Dotu Toar yang kemudian dilanjutkan oleh Dotu Lolombulan. 

Dotu Lolombulan mengajarkan kepada Dotu Pingkan dan Dotu Matindas. Ajaran Malesung dilanjutkan oleh Dotu Nenek Wongkar yang kemudian dilanjutkan oleh Dotu Mandor Sual. Dotu Mandor Sual melanjutkan ajaran Malesung kepada anaknya yang bernama Dotu Tertius Sual. Dotu Tertius Sual melanjutkan   ajaran leluhur ini kepada adik perempuannya yaitu Dotu Maruang Sual. Ajaran ini dilanjutkan oleh Dotu Joni Sual dan ajaran ini dibuatkan sebuah organisasi oleh keturunan dari Dotu Joni Sual yaitu Frits Sual.

Dalam upaya menjelaskan apa itu Laroma, Iswan Sual telah menelurkan postingan di akun pribadi facebooknya Iswan Sual, demikian:

Ajaran utama LAROMA adalah falsafah 'tumou  tou'. Dua kata berbahasa Tontemboan tersebut bermakna 'membangun manusia.' Falsafah tumou tou itu diyakini para penghayat Lalang Rondor Malesung sebagai amanat yang harus dilakukan oleh seluruh penghayat sebagaimana telah dirumuskan oleh Sam Ratulangi: si tou timou tumou tou. Artinya manusia yang telah bertumbuh, maju, berkembang, wajib membantu yang lainnya agar sama-sama bertumbuh, maju, berkembang dan menjadi manusia seutuhnya.

Dalam kesehariannya para penghayat Lalang Rondor Malesung ini berupaya menjalankan gaya hidup hemat, sederhana, dekat dengan alam, saling bermapalus, menghormati leluhur dan sesama, bersimpati kepada yang duka lara, menghargai perbedaan keyakinan anggota masyarakat lain, mendorong gaya hidup sehat, mendukung pemajuan pendidikan, dan sebagainya.

LAROMA mendukung upaya-upaya pemajuan Kebudayaan, peningkatan kecakapan hidup (life skill), pemberdayaan masyarakat dan peningkatan karakter bangsa. Hal ini sesuai dengan azas organisasi yaitu Pancasila  dan UUD 1945.

Laroma memiliki dasar pengajaran tua Minahasa yang masih banyak dipedomani juga oleh orang Minahasa hari ini, meski sudah memiliki laku hidup sebagai penganut agama lain. Dasar ajaran yang menjadi Amanat Nuwu I' Tua, Laroma juga memiliki pedoman tingkah laku hidup, yang dikenal dengan 'lima le'tek' atau lima kesetiaan dan lima moral. Selain itu, Laroma memiliki juga sembilan wejangan (siouw sususuyang) yang terdiri dari sembilan nasihat (siouw sisina'u) dan sembilan larangan (siouw foso). Itulah yang menjadi pedoman laku diri hidup Laroma.

Laroma juga sebagai ajaran luhur Malesung, terus melestarikan dan mengimani nilai-nilai keharmonisan dan kesetaraan sebagai sebuah mahkluk diri dalam semesta. Untuk mengatur keharmonisan dengan Tuhan Yang Maha Kuasa atau para paripurna yang telah mencapai kayobaan. Kedua, mengatur diri untuk keharmonisan dengan sesama manusia. Dan ketiga, keharmonisan diri dengan alam raya. Inilah konsep yang sering juga disebut oleh orang Tontemboan, 'telu rondor ne tou'.

Meski demikian, dengan ajaran yang baik dan penuh keluhuran, Laroma harus disandera oleh stigma negatif di masyarakat. Dari semenjak awal issue negatif sesat dan aliran penyimpang dari agama adalah tuduhan keji yang didera. Puncaknya pada bulan Juni tahun 2022, Wale Paliusan atau tempat ibadah sekaligus tempat yang menyimpan benda-benda pusaka serta penunjang ritual, dirusak oleh oknum manusia berakal sehat. Untuk kronologis kejadiannya bisa diakses pada laman Facebook Solidaritas Peduli Laroma.

Dilansir dalam akun laman resmi facebook Lalang Rondor Malesung,

"Wale Paliusan. Artinya Rumah Tempat Berkumpul. Bangunan ini merupakan wadah pusat kegiatan Lalang Rondor Malesung (LAROMA). Disini kami mendengarkan kisah-kisah, cerita, leluri kepahlawanan para leluhur kami.

Leluhur berarti manusia dengan laku hidup luhur dan mulia. Mereka banyak berjasa di zaman lampau karena karya mereka dalam pertanian dan perlindungan ro'ong atau negeri. Hingga hari ini efek perbuatan baik mereka masih bermanfaat dan berfaedah bagi kami sebagai keturunan mereka.

Di tempat ini pula kami belajar pengetahuan dan praktik warisan leluhur seperti tata laku, etika, pertanian, keseimbangan lingkungan, masakan tradisional, pelestarian situs sejarah budaya, kalelon, pengobatan, dll."

Peristiwa 22 Juni 2022 mengenai Pengrusakan Wale Paliusan Laroma, dikecam oleh banyak pihak, salah satunya SETARA Institute, bahkan dalam penelurusan SETARA Institute, oknum pengrusakan Wale Paliusan diduga seorang pemuka agama setempat. Seperti dilansir dalam VoA Indonesia, dalam keterangan persnya, SETARA mengatakan pelaku menjustifikasi rangkaian perusakan tersebut dengan stigma bahwa penghayat sesat dan menyembah setan. Berita palsu bahwa penghayat tidak memiliki dasar hukum resmi dan berbagai stigma yang menyudutkan penghayat sudah cukup lama beredar di daerah tersebut, hingga bereskalasi menjadi perusakan Wale Paliusan.

Sumber dari laman resmi Facebook Laroma, peringatan setahun kejadian pengrusakan Wale Paliusan
Sumber dari laman resmi Facebook Laroma, peringatan setahun kejadian pengrusakan Wale Paliusan

Perusakan itu dilakukan seorang oknum rohaniwan, sedangkan dua orang lainnya mengintimidasi keluarga itu dengan stigma sesat dan menyembah berhala. Rentetan perusakan ini meninggalkan trauma bagi keluarga. Berdasarkan penelusuran SETARA Institute, tiga korban saat ini masih dalam proses pemulihan dan kondisinya sangat lemah. Seorang korban bahkan sampai dua kali jatuh pingsan karena stres. Seorang anak yang melihat langsung puing-puing jatuh saat ia sedang makan juga terdampak syok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun