Abstrak:
Penulis menuliskan artikel ini menurut perspektif seorang remaja laki-laki yang sering mengalami sleeping paralysis atau ketindihan. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui pengertian sleeping paralysis dan penyebabnya. Ketika mendengar kata sleeping paralysis atau ketindihan, orang-orang sering menganggap bahwa hal itu merupakan suatu hal yang mistis. Tetapi, dalam artikel ini penulis akan memaparkan argumen-argumen yang menyatakan bahwa sleeping paralysis bukanlah hal yang mistis. Metode penelitian yang digunakan adalah Ex. Post Facto yang merupakan metode penelitian yang merunut ke belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab kejadian tersebut. Sleeping paralysis adalah sebuah gangguan tidur yang menyebabkan penderitanya terbangun dari tidurnya dalam keadaan lumpuh sementara. Kejadian ini seringkali disertai dengan halusinasi dimana penderita melihat bayangan-bayangan hitam disekelilingnya atau bayangan seseorang yang memasuki ruangan tempat tidur penderita. Gangguan ini dapat terjadi karena penderita memiliki post-traumatic stress disorder (PTSD) yang adalah sebuah kondisi mental yang diakibatkan oleh kejadian-kejadian traumatis yang pernah dialami oleh penderita. Selain PTSD, stres yang berkelanjutan juga merupakan penyebab terjadinya sleeping paralysis.
Kata-kata kunci: Sleeping paralysis, ketindihan, halusinasi, PTSD, stres, trauma.
Pendahuluan
Sleeping paralysis (ketindihan) adalah gangguan tidur yang menyebabkan penderitanya menjadi lumpuh atau kehilangan kemampuan untuk menggerakan anggota tubuhnya untuk sementara. Gangguan ini dapat berlangsung selama beberapa detik hingga beberapa menit dan seringkali diiringi dengan halusinasi dimana penderita melihat adanya bayangan-bayangan hitam yang memasuki ruang tempat tidur penderita.
Banyak orang sering menganggap gangguan ini sebagai hal yang mistis. Bahkan ketika mendengar kata "ketindihan", banyak orang berasumsi bahwa penyebab dari gangguan ini adalah karena aktivitas setan atau roh-roh jahat yang menindih penderita. Melalui artikel ini, penulis akan memaparkan argumen-argumen yang menentang paham bahwa sleeping paralysis disebabkan oleh aktivitas roh jahat dengan mencari tahu penyebab dari gangguan ini berdasarkan pengalaman penulis yang merupakan penderita sleeping paralysis. Setelah melakukan pengkajian, penulis akan memaparkan dua alasan yang berkaitan dengan kondisi penulis sebagai objek dalam penelitian ini.
PTSD (post-traumatic stress disorder)
PTSD (post-traumatic stress disorder) adalah sebuah gangguan yang timbul pada diri seseorang setelah mengalami pengalaman yang mengejutkan, menakutkan, atau berbahaya. PTSD menimbulkan gejala-gejala yang membuat penderitanya seringkali merasa tidak aman dan terpicu untuk mengingat kejadian-kejadian traumatis yang pernah dialami, bahkan merasa terancam hingga stress dan memiliki kondisi emosi yang tidak stabil. Gejala-gejala tersebut dapat mengganggu siklus tidur penderita sehingga mengakibatkan kurangnya waktu untuk beristirahat dan akhirnya menjadi pemicu peningkatan probabilitas sleeping paralysis.
Stres yang Berkelanjutan
Ketika seseorang berada dalam tekanan atau stres yang berkelanjutan, kondisi tersebut akan mengganggu siklus REM (Rapid Eye Movement) dan NREM (Non Rapid Eye Movement) yang merupakan fase dalam tidur kita. Dalam fase REM, otot-otot kita berhenti bekerja dan apabila kita terbangun pada fase itu, kita akan mengalami kelumpuhan dan menyebabkan sleeping paralysis. Masalah-masalah psikologis seperti stres, perasaan cemas dan takut dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya sleeping paralysis.
Pengalaman Penulis Sebagai Penderita Sleeping Paralysis
Penulis pertama kali mengalami sleeping paralysis ketika ia berada dalam masa remajanya (kurang lebih usia 13 tahun). Pada masa ini, penulis seringkali merasakan adanya tekanan atau stres yang berkelanjutan dan intensitas terjadinya gangguan ini terus meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sleeping paralysis merupakan gangguan tidur yang terjadi karena adanya pengalaman traumatis yang pernah dialami oleh penderita dan tekanan atau stres yang berkelanjutan. Dengan kata lain, sleeping paralysis tidak disebabkan oleh aktivitas roh jahat atau setan yang menindih penderita.
Daftar Pustaka:
Olunu Esther, Ruth Kimo, Esther Olunfunmbi Onigbinde, Maru-Amadeus Uduak Akpanobong, Inyene Ezekiel Enang, Mariam Osanakpo, Ifure Tom Monday, David Adeiza Otohinoyi, dan Adegbenro Omotuyi John Fakoya. "Sleep Paralysis, a Medical Condition with a Diverse Cultural Interpretation." PubMed Central. 29 April 2018. Diakses 20 November 2019. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/ PMC6082011/#idm140004803591328title.
https://www.nimh.nih.gov/health/publications/post-traumatic-stress-disorder-ptsd/ptsd-508- 05172017_38054.pdf. (Diakses 20 November 2019).
Arista Marcella dan Yanto S. Tjang. "Pengaruh Stress Terhadap Kejadian Sleep Paralysis Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran." JPPK. 27 Desember 2017. Diakses 21 November 2019. https://ojs.umn.ac.id/JPPK/article/download.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H