Suara tawa anak-anak bermain di taman bermain menghiasi pagi itu,dan guru-guru yang bersiap untuk memanggil anak muridnya untuk berbaris, pada saat itu jam menunjukan pukul 8 pagi di hari Senin, dimana TK kami selalu mengadakan upacara pagi.Â
Ada salah satu orang anak dan merupakan teman saya sebut saja dia dengan fulan, dia selalu datang terlambat dan mengambil barisan paling belakang, dia cukup mencolok di antara kami dengan tinggi yang sekiranya seukuran dengan anak kelas 1 SD, dengan postur tubuh tegap dan kurus. Tidak hanya itu yang membuatnya mencolok, saya pernah mengira bahwa dia di tempatkan di kelas A, dan para guru menempatkannya di kelas B yang merupakan kelas kecil yang dimana kita belajar dasar-dasar untuk membaca, menulis, mengenal bentuk, berhitung, dan berakhlak mulia.Â
Hari itu salah seorang dari guru kami mengajarkan tentang kelas membaca dan menulis, setiap siswa di berikan giliran untuk menulis huruf dari A-Z di papan tulis, tibalah giliran Fulan untuk menulis di papan, saya sedikit bingung, si fulan hanya berdiri saja di depan papan sambil tetap memegang spidol di tangannya, dia berdiri cukup lama sampai guru kami menegurnya dengan halus, lalu dia pun bereaksi dengan membuat bulatan kecil lalu ditambahkan garis di sebelah bulatan tersebut, tetapi ada sesuatu yang mengganjal seharusnya huruf setelah "c" adalah "d " tetapi si fulan menulis huruf "b" lagi dan seketika itu satu kelas menertawakannya. Guru kami pun menenangkan semua murid dan meminta si fulan untuk menulis huruf "d" dia pun terdiam sejenak dan hanya bisa tertawa cengengesan, guru kami pun memintanya sekali lagi lalu setelah itu dia menjawab dengan ucapan "tidak tau, pak" dan guru kami pun menghela nafas dan mempersilahkannya untuk kembali duduk karena masih ada beberapa siswa yang belum mendapatkan giliran.Â
Tidak hanya sampai di situ saja kesalahan yang di lakukan si fulan, dia tidak bisa mengenal angka maupun berhitung serta tidak dapat membaca huruf-huruf iqra, selain itu juga dia belum dapat membaca dengan benar.Â
Tidak membutuhkan waktu lama kami pun naik tingkat menjadi kelas A, kecuali si fulan dia masih berada di kelas B, karena guru-guru merasa kasihan dengan si fulan yang tertinggal dari teman-temannya yang lain, dia pun menambatkan kelas tambahan, jadi setiap jam pulang guru-guru selalu memanggil fulan untuk belajar sementara yang lain pulang ke rumah masing-masing. Saya juga sering mendapati fulan sedang menghapal huruf-huruf abjad dan mengeja beberapa kata di dalam buku. Banyak teman-teman saya yang membantu si fulan termasuk saya sendiri. Usaha si fulan tidak sia-sia dia dengan cepat menyusul kami untuk masuk kedalam kelas A.Â
Setelah lulus dari TK, kamu pun berpisah dengan teman-teman kami, ada yang masuk ke madrasah ada juga yang melanjutkan ke jenjang Sekolah Dasar. Termasuk si fulan dia bersekolah di sekolah yang sama dengan saya. Di tempat baru, kami pun berusaha untuk beradaptasi, bertemu teman-teman baru serta guru-guru baru. Di kelas, fulan termasuk siswa yang cukup pintar walaupun ke pintarannya berbeda dari siswa yang lain, dia dapat memahami beberapa pelajaran, terkadang juga lupa, sehingga lama menyusul ke tingkat selanjutnya. Di sekolah fulan sering mendapatkan perundungan baik itu dari kakak kelas dan teman kelasnya sendiri hal itu karena sikap fulan yang selalu bermain dengan perempuan serta badannya yang kurus dan lemah tidak mampu melawan.Â
Suatu hari fulan berteman dengan seorang anak di kelas kami sebut saja dia dengan si A. Si A merupakan anak kelas tiga, usianya sudah di bilang sangat tua untuk tetap duduk di bangku kelas 3 SD, banyak rumor negatif yang beredar tentang si A, namun saya tidak terlalu menanggapinya dan menganggap bahwa tidak papa berteman dengan yang berbeda usianya. Tapi semakin lama, pertemanan mereka semakin janggal, walaupun sudah tidak ada lagi siswa yang berani membuly si fulan karena dia dekat dengan si A. Keanehan yang terasa adalah si fulan sering menjadi pesuruh si A untuk membeli makanan di kantin dan itu pun selalu menggunakan uang si fulan. Akibat hal itu si fulan sering di pukul si A ketika bilang tidak mau atau fulan berkata tidak memiliki uang, kami sebagai teman fulan yang lain tidak berani memarahi si A karena takut.Â
Si fulan sudah tidak pernah masuk sekolah lagi, banyak absensi merah di dalam absen dengan namanya.Â
Setelah lama tidak mendengar kabar darinya, ayah dari fulan datang ke sekolah tak lama kemudian salah seorang guru mengajaknya untuk masuk kedalam ruangan kepala sekolah. Salah satu murid menguping pembicaraan mereka dan memberitahu salah seorang teman kelas kami, si fulan dinyatakan pindah dari sekolah dan masuk ke sekolah luar biasa. Sontak teman kami ada yang terkejut tetapi ada pula yang bersikap biasa saja.
Setelah kasus ke pindahan si fulan kami pun tidak mendengar kabarnya lagi, banyak juga kabar yang bilang dia bekerja sebagai tukang pengantar barang, pembantu di rumah tetangga, tukang sapu jalan, pengepul sampah, dan bahkan tukang bangunan. Tidak ada yang tidak mengenalnya dikampung kami. Si fulan di kenal sebagai seorang pekerja keras, apapun pekerjaannya dia akan lakukan selama itu baik bagi dirinya.Â
Salah satu keluarga dekat fulan pernah berbicara dengan keluarga saya ketika berbincang-bincang di halaman rumah. Beliau memberitahu kabar kalau fulan sudah menikah dan bekerja sebagai pengepul ikan di sana dan tidak jarang pulang dia mengirimkan hasil tangkapan ikannya tersebut ke keluarganya untuk di jual.
Sontak keluarga saya bahagia mendengar kabar tersebut begitu pula dengan saya, yang pernah bermain dan menjadi teman baiknya, ternyata suatu keberhasilan seseorang tidak di ukur dari seberapa pintar orang tersebut tetapi usaha yang dia lalui untuk mencapai kesuksesan versinya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H