Indonesia negeriku tercinta terkanal dengan keberagaman kebudayaannya, lagu dari Sabang sampai Marauke adalah bukti luasnya wilayah Indonesia, salah satu diantara ribuan kebudayan bangsa Indonesia adalah, tradisi pengakapan ikan paus di desa Lamalera kabupaten Lembata, jika ada yang bertanya apa keistimiwean dari daera tempat tinggal mu? maka jawaban yang akan terdengar yang diucapkan dengan suara lantang beserta perasaan bangga yang keluar dari mulut saya adalah ” kami adalah sang pemburu, pemburu mamalia terbesar dimuka bumi ini.
Ah’ itu hanya sedikit gambaran mengenai daeraku, jika ingin mengetahui lebih banyak tentang desah pemburu simak ceritahku berikut ini.
Rabu 5 Agustus 2020, ketika sang fajar mulai menunjukan sinarnya, tepatnya pukul 05,23 wita, saya bergegas mepersiapkan keperluan untuk traveling ke desah pemburu, BTW traveling kali ini saya ditemani laki-laki tampan yang bernama Ospo, karena traveling kali ini bersaaman dengan kegiatan pengumpulan data untuk melengkapi tugas akhir saya ( skripsi).
Tepat pukul 07:00 wita berangkatlah kami berdua menuju desah pemburu, kami memutuskan menggunakan kendaraan pribadi karena jumlah angkutan umum yang minim, masyarakat Lembata bisah dikatan semuanya pembalap off road, HEHEHEHE jalanan bebatuan dan pasir menjadi pemandamgam yang lazim bagi setiap pengendara kendaraan bermotor, heheheheh inilah negeriku, negeri dengan sejuta pesona yang salah urus, ‘UPSS“ lupakanlah ! itu ruang tugasnya pemerintah.
Pukul 09:00 wita tibalah kami di desah pemburuh,” HEHEHEH “ mungkin mendengar kata pemburu anda akan beripikiran tentang tombak, parang, sangar kasar dan kejam, jangan salah bray masyarakat di desah Lamalerah ramah dan baik kepada semua orang, kecuali pendatang yang tidak punya etika dan tata krama, hal seperti ini memang lazim untuk semua daerah di Indonesia,
di pintu masuk, seperti yang diceritakan di mana-mana ternyata benar, aroma daging dan minyak ikan paus bercampur aroma laut selatan seakan menyambut kedatangan kami. Itu tradisi Kampung Lamalera, tulang-tulang ikan Paus yang sudah kering, tersusun rapi membentuk pagar di setiap halaman rumah, dialek kampung dan teriakan anak-anak mulai terdengar. Bayangkan betapa bahagianya saya.
Karena cuaca yang panas kami memutuskan untuk bersantai di pingir pantai, menikmati semilir angin pantai Lamalera, sesekali terdengar bunyi gelombang laut menghantam hamparan batu wadas dipinggiran pantai. Sungguh pemandangan yang indah, pantai yang bersih, anak-anak yang bersorak riang sambil mandi, kebahagiaan mana yang mesti kau sembunyikan lagi. Di sepanjang pantai terlihat paledang dan tali temali perlengkapan untuk menangkap ikan berjejer masing-masing di pondok tempat penyimpanan, masing-masing suku mempunyai itu.
Tak lama kemudian terdengar teriakan dari arah lautan “Baleo baleo baleo”, teriakan itu cukup kencang saya pun kaget, bergegas menghampiri pria tua berkulit hitam yang sedang membersihkan daun lontar untuk dijadikan rokok tradisonal,
‘Selamat siang magun ( sapaan untuk orang tua yang berusia lanjud /laki laki) dari laut ada teriakan om Leo om Leo, om Leo tenggelam atau bagaimana?
“selamat siang juga ama ( sapaan untuk laki laki lamaholot ) itu bukan om leo ama itu baleo kode dari nelayan bahwa ada ikan paus yang terlihat, mengisyratkan agar nelayan bersama bersama ke laut untuk menagkap ikan, karena ikan paus bagi masyarakat sini(Lamalera) adalah pemberian sang kuasah untuk seluruh masyrakat Lamalera”
dengan ekpresi malu “ saya meminta maaf magun saya berpikir telah terjadi sesuatu kepada om Leo di lautan,”OH ” ternyata itu bahasa isyarat, terimaksih bapak kalau begitu saya akan menunggu di sebelah sampai datangnya ikan paus di pinggir pantai”