Tingkat pengangguran di Provinsi Banten masih akan menjadi yang tertinggi di Indonesia pada tahun 2024, dengan tingkat pengangguran yang dirahasiakan mencapai 7,02 persen pada bulan Februari. Meski angka tersebut turun 0,95% dibandingkan periode yang sama  tahun 2023, Provinsi Banten masih menghadapi tantangan besar dalam menciptakan lapangan kerja bagi penduduknya.
Profil Angkatan Kerja di Banten
Pada Februari 2024, angkatan kerja di Banten berjumlah sekitar 6,05 juta orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 5,63 juta orang bekerja, sementara sekitar 424,69 ribu orang tercatat menganggur. Penurunan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) sebesar 1,00 persen poin dibandingkan tahun lalu menunjukkan bahwa sebagian penduduk memilih untuk tidak aktif dalam pencarian kerja, baik karena peluang kerja terbatas maupun karena kebutuhan akan pendidikan dan keterampilan yang lebih tinggi.
Pengangguran Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Salah satu tantangan utama yang dihadapi Banten adalah tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yang mencapai 12,85 persen. Meski SMK ditujukan untuk memberikan keterampilan siap kerja, banyak lulusan SMK yang masih belum terserap di pasar kerja. Di sisi lain, tingkat pengangguran pada lulusan pendidikan rendah (SD atau lebih rendah) jauh lebih rendah, yakni 2,83 persen, dengan sebagian besar dari mereka bekerja di sektor pertanian dan informal yang tidak membutuhkan keterampilan khusus.
Faktor Penyebab Tingginya Pengangguran di Banten
Banten merupakan provinsi dengan sektor industri yang cukup kuat, terutama di wilayah Tangerang dan sekitarnya. Namun, banyak industri yang memilih untuk merelokasi pabrik mereka ke wilayah lain dengan upah minimum lebih rendah, seperti Jawa Tengah. Relokasi ini memicu peningkatan jumlah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan berdampak besar pada angka pengangguran di Banten. Upah Minimum Provinsi (UMP) Banten yang lebih tinggi dibandingkan beberapa daerah lain menjadi salah satu faktor yang mendorong perusahaan melakukan relokasi untuk efisiensi biaya.
Selain itu, keterbatasan lapangan kerja bagi lulusan SMK menjadi masalah krusial. Meskipun kurikulum SMK dirancang untuk mempersiapkan siswa masuk ke dunia kerja, banyak perusahaan yang membutuhkan pengalaman kerja lebih atau keterampilan spesifik yang tidak seluruhnya tercakup dalam kurikulum SMK saat ini.Â
Sektor Kerja Formal dan Informal
Pada tahun 2024, sebanyak 50,27 persen pekerja di Banten bekerja pada sektor formal, mengalami penurunan sebesar 3,27 persen dibandingkan tahun 2023. Sisanya bekerja di sektor informal, yang biasanya memiliki jaminan pekerjaan lebih rendah dan tingkat upah yang tidak tetap. Pekerjaan informal ini mencakup perdagangan kecil, pekerjaan pertanian, dan jasa yang tidak terstruktur. Meski demikian, sektor informal ini menjadi salah satu penyerap tenaga kerja terbesar di Banten, terutama bagi pekerja dengan pendidikan rendah.