Salah satu yang ingin dilakukan Habib Rizieq setelah balik pulang ke Indonesia adalah melakukan revolusi akhlak. Itulah yang dikabarkan oleh berbagai media di Indonesia. Namun, menjadi pertanyaan adalah apa tujuan revolusi akhlak tersebut? Apakah revolusi itu dalam bentuk aksi nyata atau hanya sekedar demonstrasi secara besar-besaran tapi tidak ada arti?
Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Research and Analysis (Sudra), Fadhli Harahab menilai revolusi akhlak yang digunakan Habib Rizieq dan pengikutnya terasa ambigu apabila dimaknai secara sempit dan dangkal. Sebab, revolusi dalam bahasa umum dapat diartikan sebagai perubahan cepat dan menyeluruh. Ini diibaratkan memaksa Nikita Mirzani memakai cadar (Sindonews.com, 13/11).
Atas pernyataan tersebut, sepertinya revolusi akhlak hanya sekedar kata-kata saja. Akhlak yang bagaimana yang mau direvolusi. Apakah ibarat Nikita Mirzani disuruh pakai cadar?. Tentu itu sangat sulit. Atau mau memusnahkan segala bentuk kejahatan, tentu itu sangat sulit meski masih mungkin.
Akan tetapi, apakah Habib Rizieq dkk dapat melakukan itu sedangkan masyarakat Indonesia sudah mencapai sekitar 270 juta. Itu sangat sulit sekali.
Jadi, untuk apa revolusi akhlak? Begitu tak mungkin revolusi akhlak yang disuarakan seorang Habib Rizieq.Â
Alangkah baiknya, membangun akhlak seseorang dengan kerjasama kita bersama pemerintah dan masyarakat bersatu padu. Tidak bisa hanya Habib Rizieq semata yang bekerja. Ingatlah, dalam situasi ini, revolusi akhlak itu tujuannya apa? Apakah hanya sekedar kata-kata saja atau mau memaksa pemerintah untuk mundur?
Banyak pemikiran saat ini ada unsur-unsur politis dibalik revolusi akhlak itu. Sebab itu, jangan sampai kita terjerembab dalam pola pikir yang negatif sehingga kita jatuh dan terdesak.
Habib Rizieq harus memastikan konsep revolusi akhlak beliau itu bagaimana. Apa mau pakai cara-cara keras, halus ataupun mau mengumpulkan massa. Kalau revolusi itu melanggar hukum yang ada maka akan berbahaya buat Habib Rizieq tersebut.
Revolusi akhlak tentu tidak tepat dilakukan. Akhlak sangat sulit untuk dirubah jika hanya kita yang bekerja. Dimulai dari orangtua atau keluargalah akhlak terbentuk. Jadi, keluarga sangat berperan besar dalam membentuk akhlak anak agar lebih baik dan bisa berguna bagi bangsa dan negara.
Ingatlah, akhlak seseorang harus dibentuk sejak dini. Kalau sejak dewasa, akhlak sangat sulit terbentuk. Apalagi kalau dipaksakan maka dampaknya akan luas dan besar.
Sebab itu, tidak ada juga gunanya revolusi akhlak, apalagi bagi generasi milenial yang sudah beranjak dewasa karena itu tidak akan efektif.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H