Mundurnya Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Kabiro) Humas KPK Febri Diansyah dan puluhan pegawai KPK lain juga mundur menimbulkan komentar dari dua pimpinan KPK. Nurul Ghufron mengatakan,"Kami menghormati keputusan pribadi pegawai KPK. Namun dengan apapun alasannya, KPK itu bukan tempat santai, KPK adalah candradimuka bagi para pejuang antikorupsi. Kami tak bangga kepada mereka yang masuk dengan segala kelebihannya," ucapnya.
Lanjutnya,"Tapi kami sangat berbesar hati dan berbangga kepada mereka yang bertahan di dalam KPK bersama kami kini dengan segala kekurangan KPK saat ini. Pejuang itu tak akan meninggalkan gelanggang sebelum kemenangan diraih. Selamat kepada mereka yang masih mampu setia mencintai KPK," imbuh Ghufron dilansir dari detik.com, 27/9.
Namun, pimpinan KPK lainnya Nawawi Pomolango memberikan komentar pedas kepada sesama pimpinan lembaga antikorupsi itu. Para pegawai KPK yang mundur dari KPK seharusnya tidak dipandang sebelah mata.
"Ini bukan soal pejuang dan pecundang tapi pilihan dengan pemikiran,"Â kata Nawawi.
Penulis sepakat dengan pernyataan Nawawi Pomolango tersebut bahwa pegawai dan Kabiro Humas Febri Diansyah mundur harus kita hormati. Bagaimanapun mereka sudah membangun KPK selama ini dengan dedikasi, kerja keras dan kemampuan mereka. Sekarang, KPK yang harus berbenah diri.
Coba lihat diri sendiri, ada apa dengan KPK?. Kenapa Febri Diansyah dan pegawai lainnya mundur dari KPK?. Itu harus jadi pertanyaan. Ibarat melihat diri didepan cermin, seperti itulah KPK berbenah. Kita pasti tidak sepakat dengan Ghufron yang lebih mengapresiasi pegawai yang bertahan di KPK.
Pimpinan KPK dan beserta jajarannya dan pemerintah harus melihat kondisi ini sebagai bentuk pukulan telak buat KPK. Berarti ada masalah dalam tubuh KPK tersebut. Alasan mundurnya Febri Diansyah sudah jelas bahwa politik hukum telah berubah bagi KPK. Febri tentu melihat ada perbedaan dari KPK yang dulu dengan sekarang.
Penulis sudah mengatakan dalam tulisan sebelumnya bahwa KPK dengan revisi UU KPK yang baru telah mencontohkan OTT KPK Â tidak lagi segencar yang dulu. Selama ada revisi UU KPK sudah berapa kali KPK melakukan OTT?. Masih sedikit. Tidak seperti yang dulu.
Belum lagi Ketua KPK yang baru Firli Bahuri dipermasalahkan,kok bisa jadi Ketua KPK. Hal itu karena Firli pernah terkait dengan sanksi etik ketika masih menjadi bagian dari KPK yang dulu. Bukan itu saja, Firli diketahui menggunakan helikopter untuk bepergian ke Baturaja Sumatera Selatan mengunjungi makam orangtuanya.
Melalui putusan Dewan Pengawas, Firli hanya mendapat teguran saja. Tetapi, Firli Bahuri sudah merusak citra dirinya dan KPK karena tindakan tersebut yakni menunjukkan atau memperlihatkan kemewahan hidup dengan memakai helikopter tersebut.
Dari kondisi itu, wajar saja banyak yang mundur dari KPK. Pemberantasan korupsi harus diberikan kebebasan yang luar biasa karena korupsi pun adalah kejahatan luar biasa yang siapa saja bisa melakukannya. Kalau kewenangan saja seperti dikekang maka wajar saja ada banyak yang mundur.
Febri Diansyah pun bersikap bahwa dirinya akan tetap mengawal KPK dari luar dan itu akan lebih baik sebenarnya. Kita lihat bagaimana MAKI (Masyarakat Antikorupsi Indonesia) dan ICW sebagai lembaga independen dan berada di luar pemerintahan bisa bersikap keras, tegas dan mendukung pemberantasan korupsi dengan baik bahkan mereka sering membantu memberikan informasi soal praktik korupsi. Itu lebih baik dan lebih mantap tentunya untuk negara ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H