Mohon tunggu...
Juan Manullang
Juan Manullang Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus FH Unika ST Thomas Sumut IG: Juandi1193 Youtube: Juandi Manullang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Isu Pelecehan dari "Paha Mulus" sampai "Sekamar Saja", Fenomena Apa Ini?

12 September 2020   11:56 Diperbarui: 12 September 2020   12:03 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: calon wakil walikota Depok, Afifah Alia, dok Instagram via detik.com

Dua isu pelecehan terhadap perempuan mewarnai awal tahapan pilkada serentak 2020. Dua isu pelecehan tersebut terjadi di pilkada Tangerang Selatan dan pilkada Depok.

Pertama adalah cuitan politikus Demokrat Cipta Panca Laksana soal "paha calon wakil walikota Tangsel mulus". Kedua, saat Afifah Alia menceritakan kejadian di RS Hasan Sadikin, Bandung pada 8 September. Afifah mengatakan saat itu lawannya di pilwalkot Depok, Imam Budi Hartono menyampaikan kalimat "sekamar sama saya saja".

Kedua kejadian itu tentu mencoreng marwah pilkada serentak tahun 2020. Karena kasus pelecehan merupakan kasus yang serius dan tidak bisa dibiarkan karena bisa akan makin panjang dari hari ke hari.

Fenomena apa ini?

Menjadi pertanyaan, fenomena apa ini?. Kok dua kali kejadian pelecehan terjadi disaat kita sedang sibuk mengurus pencalonan di pilkada serentak tahun ini.

Kalau penulis mencermati, ada beberapa hal mengapa kejadian itu terjadi. Pertama, bisa jadi ucapan pelecehan itu terjadi karena ingin melemahkan atau menjatuhkan mental dari lawan politik di pilkada serentak tahun ini.

Sumber: calon wakil walikota Depok, Afifah Alia, dok Instagram via detik.com
Sumber: calon wakil walikota Depok, Afifah Alia, dok Instagram via detik.com
Kata-kata pelecehan terhadap perempuan dapat menjadi pukulan telak yang bisa menjatuhkan lawan politik khusus perempuan. Kata itu sangat melukai seorang wanita sehingga harusnya ada tindakan tegas agar tidak jadi budaya untuk menjatuhkan lawan politik.

Ucapan yang mengandung pelecehan itu dapat jadi preseden buruk bagi demokrasi kita. Penulis sendiri baru kali ini mendengar dan mengetahui dalam sebuah pilkada dan pemilu selama ini terjadi kejadian berupa pelecehan kepada seorang wanita.

Kita harus melawan dan ada sanksi yang harus diberikan. Tidak perlu langsung sanksi pidana, bisa sanksi sosial dan sanksi administratif dan lainnya. Semua demi kebaikan bersama.

Kedua, apa mungkin pelecehan itu bagian dari becandaan saja?. Kalau becandaan mengapa harus begitu?. Kenapa harus meruntuhkan mental dan menjatuhkan lawan politik apalagi perempuan di kontestasi politik?

Kalau itu hanya becandaan maka jangan terus menerus dibiarkan begitu saja. Andai itu sebuah becandaan maka kita harus melawan karena becandaan itu tidak boleh mengandung pelecehan dan pelanggaran hukum di Indonesia.

Dan, ada juga keterangan dari politikus Demokrat Cipta Panca Laksana bahwa cuitannya tersebut tidak mengarah pada Rahayu Saraswati. Meskipun begitu pembelaannya, tidak boleh kita biarkan karena akan jadi masalah yang berlanjut dan berlanjut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun