Ketua DPP PDIP Puan Maharani memang dalam sorotan dan perbincangan hangat hari-hari ini. Pernyataan beliau terkait "Semoga Sumbar dukung negara Pancasila" jadi persoalan serius.
Bahkan sampai ada laporan polisi terkait pernyataan tersebut. Namun ditolak oleh pihak kepolisian.
"Tak diterima oleh bagian Siber dan Kriminal Umum. Sempat diskusi panjang, ada lucu-lucuan. Orang di dalam menyampaikan, Youtube itu produk jurnalis, mabes Polri  sudah MoU dengan Dewan Pers, yang mana kalau produk jurnalis harus ada rekomendasi dari Dewan Pers. Mereka tidak menerima laporan kita," kata kuasa hukum PPM Minang, Khoirul Amin, dilansir dari detik.com,4/9.
Atas laporan polisi yang ditolak tersebut patut dimaknai secara mendalam bahwasannya penolakan itu bukan karena urusan politis tetapi tentu ada alasan-alasan sesuai prosedur hukum yang ada.
Tentu dalam memeriksa kasus tersebut pihak kepolisian tetap melihat bukti-bukti permulaan yang ada apakah memenuhi standar prosedur yang ada atau tidak.
Selanjutnya, menentukan keputusan apakah laporan tersebut diterima atau ditolak. Sebab itulah, laporan polisi atas Puan Maharani bisa kita maknai sebagai kasus yang murni hukum dan pihak kepolisian yang memeriksa pun tetap dalam kode etik dan tugas profesinya sehingga menolak laporan tersebut tidak melanggar hukum.
Pihak kepolisian kita tentu sangat profesional dalam bertugas karena itu tak perlu ragu atas penolakan itu.
Lagipula, pernyataan Puan Maharani itu masih bisa dilakukan dengan upaya-uoaya damai. Ucapan itu perlu diklarifikasi dan dimintakan maaf oleh seorang Puan Maharani karena telah menyindir warga Sumatera Barat.
Kalau boleh Puan Maharani berbesar hati saja dalam menyikapi kasus itu dan berupaya meminta maaf atas ucapannya sehingga tidak perlu lagi dibesar-besarkan.
Demi sebuah persatuan dan kesatuan maka ego para politisi dan kita semua harus disingkirkan. Harus ada yang mengalah agar situasi ini makin kondusif dan baik. Kalau tidak, maka kita akan ribut terus-terusan seperti ini.
Sekali lagi, jadi pelajaran berharga buat kita semua agar menciptakan situasi aman dan damai di negeri ini. Jangan pernah menyinggung salah satu suku, agama, rasa dan antargolongan. Kalau boleh ciptakan keteduhan bukan sesuatu yang bersifat politis sehingga menimbulkan kemarahan publik.
Jika publik marah, maka bisa menciptakan keonaran dan ketidakamanan karena banyak desakan atau intervensi terhadap kasus tersebut.
Kita tak mau terulang lagi kasus Ahok pada tahun 2017 atas dugaan penistaan agama sehingga ramai diperbincangkan bahkan sampai ada demonstrasi besar-besaran yang tiada habisnya sampai berjilid-jilid sehingga membuat kita resah dan gelisah.
Semoga hal itu tidak terjadi lagi saat kasus pernyataan Puan Maharani makin memanas. Dan kita bisa hidup lebih tenang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H