Dalam tulisan penulis kemarin mengomentari soal larangan atau tidak diberi izin mencalonkan dirinya ipar Jokowi Wahyu Purwanto di pilkada Gunung Kidul.
Kali ini, kritikan kembali datang dari politisi PKS Mardani Ali Sera soal larangan ikut pilkada ipar Jokowi.
Kata Mardani di kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta dilansir dari detik.com, 28/7/2020, "Kalau niatnya (Jokowi meminta Wahyu tidak mencalonkan) saya tidak tahu. Tetapi sikapnya (Jokowi) tidak konsisten. Mestinya, kalau disini tak mendukung, ya, disini juga jangan didukung, anak dan menantunya".
Bahkan Mardani mengatakan akan unsur atau praktik nepotisme dari isi dinasti politik tersebut.
Tidak konsisten
Dengan melarang ipar Jokowi tersebut ikut pilkada membuat anggapan Jokowi tidak konsisten.Â
Kalau memang tidak mau dicap dinasti politik maka jangan izinkan anak dan menantu ikut pilkada.
Itulah sebabnya, penulis mengatakan waktu lalu, apakah Presiden Jokowi takut dikritik soal dinasti politik andai ipar ikut pilkada?.
Padahal, anak dan menantu sudah dapat izin ikut pilkada. Fakta ini tentu sangat tidak baik buat citra Presiden Jokowi.
Bayangkan saja, pasti bukan hanya Politisi PKS yang akan mengatakan ketidakkonsistenan dari Jokowi tapi akan banyak lagi yang mengkritik Jokowi dari para politisi di luar pemerintahan.
Bila kondisi ini jadi berita hangat dan nasional, maka tambah banyak masalah yang akan dihadapi oleh Presiden. Ini tentu sangat tidak mengenakkan dan menyenangkan.
Tapi, apapun itu, Presiden Jokowi harus menerima kritikan yang akan datang menerpa bertubi-tubi. Itulah konsekuensi dari berpolitik dan jadi pemimpin negeri ini.
Isu-isu dinasti politik keluarga Presiden Jokowi akan selalu dilemparkan oleh politisi bahkan masyarakat. Itulah lika-liku sebuah kontestasi politik.
Jadi, Presiden, Gibran maupun Bobby harus siap dengan kritikan yang akan datang terus menerus.
Ketidakkonsistenan Jokowi yang dikatakan oleh politisi itu tentu jadi bahan pelajaran, masukan dan perbaikan bagi Presiden kedepannya.
Isu dinasti politik tak akan pernah habis. Dan, pertarungan politik akan semakin panas. Begitupun, larangan ipar ikut pilkada tentu meruntuhkan hak berpolitik seseorang yang tak bisa dilarang dan dikekang.
Kita pasti ingat bagaimana pernah diucapkan Gibran dan Presiden Jokowi juga bahwa siapa saja punya hak politik, bisa dipilih rakyat dan bisa tidak dipilih oleh rakyat.
Berarti ipar harusnya bisa ikut pilkada karena bisa jadi tidak dipilih rakyat dan bisa jadi dipilih. Harusnya ada keseimbangan antara hak berpolitik ipar, anak dan menantu.
Ya, ini hanya kritikan saja, semoga bisa berbenah dan lebih baik ke depannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H