Beragam pemberitaan di media online akhir-akhir ini membahas tentang pencalonan Akhyar Nasution dari partai Demokrat melawan menantu Jokowi Bobby Nasution.
Terkait Akhyar yang tiba-tiba pindah dari PDIP ke Demokrat Terkait ingin mencalonkan diri di pilwalkot Medan disorot oleh media.
Kepindahan Akhyar membuat Djarot Saiful Hidayat sebagai Ketua DPP bidang Ideologi dan Kaderisasi menyindir Akhyar Nasution di Pilwalkot Medan untuk berburu kekuasaan.
Akibat itu, dibalas oleh Wasekjen Partai Demokrat Irwan menyebut Djarot baper.Â
"Pernyataan Pak Djarot itu biasa saja bagi saya. Semacam baper saja, sebentar juga akan move on," kata Irwan dilansir dari detik.com, 25/7/2020.
"Terbawa perasaan, semacam ditinggalkan kekasih. Tetapi seperti biasa seharusnya kekasih boleh pergi tetapi hati tidak boleh kemudian membenci," sambungnya.
Dengan pernyataan itu, dapat kita cermati bahwa politik itu untuk kepentingan. Kepentingan siapa? Kepentingan mereka yang ingin mencapai cita-citanya baik itu sebagai pemimpin, berkuasa dan tujuan lainnya.
Perpindahan Akhyar ke Demokrat itu hal biasa dalam politik. Apa yang tidak mungkin dalam politik? Banyak hal yang mungkin terjadi dalam politik. Soal perpindahan Akhyar pun adalah hak politiknya.
Kapan saja, politisi baik masyarakat yang masuk politik boleh memilih partai yang dia sukai dan inginkan demi meraih cita-citanya.
Sangat mungkin karena keinginan untuk mencalonkan sebagai calon walikota Medan membuat Akhyar pindah partai.
Ajang kontestasi seperti pilkada ini tak mungkin disia-siakan begitu saja. Ini ajang pembuktian diri dan untuk kepentingan masing-masing pihak mencapai sebuah kekuasaan.