Isi reshuffle makin menguat tapi sampai sekarang tidak juga terealisasikan. Ternyata ancaman reshuffle dan pembubaran lembaga oleh Presiden Jokowi waktu lalu dinanti maupun ditagih banyak orang.
Lihatlah bagaimana pengamat menyebut bahwa publik akan marah jika tidak ada reshuffle.
Direktur Eksekutif Indonesia Politican Review (IPR), Ujang Komaruddin mengatakan publik akan marah jika tidak ada kocok ulang kabinet. Mereka bakal menganggap ancaman reshuffle yang Jokowi sampaikan langsung sekadar gertak sambal. "Menteri-menteri yang jeblok kinerjanya masih dipelihara dan dipertahankan," ucap dia dilansir dari Tempo.co, 11/7/2020.
Jangan marah
Atas pernyataan pengamat tersebut, perlu diingatkan juga agar masyarakat jangan marah kepada Presiden Jokowi karena reshuffle tidak direalisasikan sesuai pernyataan Presiden Jokowi waktu lalu.
Reshuffle sebagai hak prerogatif presiden harus dihormati. Apa yang disampaikan Presiden Jokowi waktu lalu tidak perlu langsung ditelan bulat-bulat.
Sangat memungkinkan sekali bahwa kemarahan itu hanya kekesalan dan kejengkelan saja dari Presiden melihat kinerja menteri tidak sesuai fakta di lapangan.
Masyarakat masih merasa kekurangan dan menderita padahal para menteri ditugaskan untuk memenuhi kebutuhan dan ekspektasi masyarakat itu.
Penulis melihat, bahwa kemarahan Presiden hanya sekedar teguran keras agar memacu kinerja lebih baik. Dengan adanya nada ancaman itu, sangat berpengaruh pada mental para menteri untuk meningkatkan kinerja mereka.
Permasalahan jadi reshuffle atau tidak dilakukan, ya harusnya tidak jadi masalah juga. Namanya dunia politik, tidak ada yang pasti. Politik itu bukan matematika dimana satu tambah satu sama dengan dua.
Di dalam politik itu, tidak dikenal sebuah kepastian. Bisa saja sekarang bilang iya, besok jawabnya tidak.