Menjadi perbincangan hangat memang bagaimana kemarahan dan kritikan keras Presiden Jokowi kepada para menterinya di sidang Kabinet Paripurna waktu lalu.
Analis Politik Pangi Syarwi Chaniago menilai begini: "Boleh jadi dagelan politik, mencari 'kambing hitam' demi menutupi kelemahannya sebagai presiden dalam menjalankan roda pemerintahan, dilansir dari Tribunnews.com, 30/6/2020.
Apa yang dikatakan pengamat politik tersebut patut dikritisi juga. Pasalnya, seakan-akan Presiden salah marah pada menterinya yang merupakan dipilih sesuai hak prerogatif seorang Presiden.
Bagi penulis, menteri itukan dipilih atas perintah seorang Presiden. Mereka juga bekerja bisa atas perintah dan atas kewenangan yang diberikan oleh Presiden juga.
Dalam hal ini, kita sedang menghadapi Pandemi Covid-19. Seharusnya, apa yang dihimbau dan kebijakan Presiden dilaksanakan secara baik, lancar, kerja keras dan penuh tanggungjawab oleh menterinya.
Penulis melihat Presiden menyalahkan menteri atau tidak sepenuhnya itu kesalahan menteri. Apa yang disampaikan Presiden Jokowi adalah bentuk evaluasi penuh terhadap menteri yang sudah dipilihnya.
Menteri dan Presiden memang satu kesatuan. Presiden memerintahkan dan menterilah yang mengeksekusi semuanya. Jadi, kalau menteri lambat mengeksekusi tentu layak dievaluasi keras.
Itu sebenarnya penulis lihat dari kemarahan dan kekesalan Presiden sebagai kepala negara.
Dan, kita masih menunggu sebenarnya apakah reshuffle akan dilakukan atau tidak. Bisa jadi tidak dilakukan reshuffle dan memberi kesempatan terakhir buat menteri bekerja maksimal. Semua kita berikan kepada Presiden yang punya hak prerogatif.
Perkataan dari pengamat tersebut layak untuk dikritisi juga. Tidak sepenuhnya benar dan diamini. Semua pemimpin kalo kerja anggotanya tak sesuai ekspektasi rakyat pasti marah dan mengevaluasi anggotanya. Kita pasti tahu itu.
Bukan berarti marah kepada menteri memberikan sinyal pemerintah gagal secara penuh.Â