Mohon tunggu...
Juan Manullang
Juan Manullang Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Alumnus FH Unika ST Thomas Sumut IG: Juandi1193 Youtube: Juandi Manullang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pentingkah Pembangkangan Massal?

29 Mei 2020   13:32 Diperbarui: 29 Mei 2020   13:23 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penerapan New Normal yang ingin dilaksanakan oleh pemerintah setelah PSBB menjadi kerinduan sebagian orang. Di sisi lain, ada juga yang kontra dengan new normal pemerintah tersebut.

Apalagi bagi masyarakat yang sudah merindukan beribadah di tempat ibadah sangat menanti new normal ini. Pasalnya, dengan diterapkan new normal berarti tempat ibadah akan dibuka lagi.

Namun demikian, ada hal yang mengejutkan ketika Ketua Umum PA 212, Slamet Ma'arif mengancam akan menyerukan kepada seluruh umat Islam untuk melakukan pembangkangan massal. 

Perlawanan itu dilakukan jika pemerintah tidak segera menormalisasi atau membuka kembali tempat ibadah umat Islam di masa Pandemi virus Corona.

Komentar Slamet merespons rencana pemerintah yang berencana akan membuka sektor ekonomi seperti mal, namun tidak dengan tempat ibadah menyusul wacana pemberlakuan the New Normal di tengah lonjakan Pandemi Covid-19 dilansir dari CNN Indonesia.com,27/5/2020.

Pentingkah pembangkangan massal?

Apakah penting pembangkangan massal karena pemerintah terlebih dahulu membuka mall daripada tempat ibadah?. 

Penulis rasa tidak penting. Namanya pembangkangan massal pasti akan menimbulkan kegaduhan baru. Bukan tidak mungkin bahkan ada penumpang gelap yang berusaha untuk merusak suasana yang ada, sehingga kericuhan dapat terjadi.

Apakah harus dengan marah baru masalah bisa selesai dengan mudah?. Tentu tidak. Amarah hanya membawa petaka bagi kita nantinya dan bagi setiap orang. 

Sebab itu, pembangkangan massal hanya karena mall terlebih dahulu dibuka daripada tempat ibadah adalah perilaku yang salah. Sudah hentikan itu.

Pemerintah pun sudah menjelaskan akan membuka tempat ibadah secara perlahan. Tetap memperhatikan protokol kesehatan dengan umat memakai masker, cuci tangan, jaga jarak dan tempat ibadah disiram disinfektan agar tetap steril.

Pembukaan tempat ibadah pun akan dievaluasi setiap bulan, apakah masih ada masyarakat terinfeksi virus Corona.

Oleh karena itu, butuh kesabaran untuk mendapatkan himbauan dan arahan dari pemerintah. Tak perlu emosi atau marah karena itu tidak baik.

Penulis yakin bahwa pembukaan mall akan senada dengan pembukaan tempat ibadah dan aktivitas publik lainnya, terutama daerah yang zona hijau penyebaran Covid-19.

Sebab itulah, tak perlu berprasangka buruk kepada pemerintah. Mari kita bersuara dengan lantang namun tetap santun dalam mengkritik kebijakan pemerintah.

Tak perlu gusar, terburu-buru ataupun membangkang, karena itu bagian dari sifat negatif manusia yang perlu dibuang jauh-jauh.

Kita semua rindu beribadah di tempat ibadah. Kita rindu hidup normal, dimana aktivitas ekonomi, pendidikan dan kesejahteraan pulih seperti sedia kala.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun