Saat ini banyak sekali bantuan sosial kepada masyarakat yang ingin disalurkan, baik itu dari pusat maupun daerah. Dana yang dikeluarkan pun cukup banyak sekitar triliunan rupiah untuk proses penanganan Covid-19 termasuk didalamnya bantuan sosial.
Dengan dana yang besar itu, harapannya bisa tepat sasaran dan tidak dikorupsi oleh oknum-oknum tertentu. Baik itu korupsinya kecil maupun besar, sama-sama tidak diperbolehkan.
Pasalnya dana bansos dikeluarkan untuk kebutuhan dan kepentingan rakyat Indonesia. Apalagi, tahun ini adalah tahun politik dimana rencananya pilkada serentak akan dilaksanakan di berbagai daerah. Akan tetapi, diundur pelaksanaannya sekitar akhir tahun ini.
Harapannya, tidak ada oknum-oknum calon kepala daerah maupun kepala daerah petahana menggunakan dana bansos untuk kepentingannya.
Kementerian Dalam Negeri perlu melarang dengan tegas politisasi bantuan sosial oleh kepala daerah petahana yang ingin maju kembali dalam pilkada 2020. Pengawasan dari pemerintah pusat teramat diperlukan agar pemberian bansos tidak ditumpangi kepentingan elektoral.
Untuk memaksimalkan pencegahan maka perlu pengawasan ketat dari pemerintah pusat, penegak hukum dan masyarakat dalam pemberian dana bansos kepada daerah melalui APBN. Dan, perlu pengawasan pula dari pemerintah pusat dan penegak hukum dan lainnya terhadap dana bansos yang berasal dari APBD.
Itu sangat dibutuhkan agar tidak ada tindakan-tindakan tercela yang terjadi.Â
Badan Pengawas Pemilu kesulitan untuk menindak politisasi bansos, mengingat tahapan pencalonan belum dimulai. Bawaslu pun hanya bisa mengimbau.
Sebab itu, perlu pemerintah pusat mengawasi segala dana bantuan sosial di daerah. Begitupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan pihak terkait lainnya mengawasi dana bansos yang dikeluarkan untuk masyarakat Indonesia terdampak Pandemi Covid-19.
Semua itu agar sistem keuangan terkait dana bansos dapat digunakan untuk kebaikan masyarakat.