Hari ini tepat 12/4/2020 umat Kristiani di seluruh dunia merayakan Hari Kebangkitan Yesus Kristus pasca disalibkan di bukit Golgota atau sering disebut Hari Paskah.
Hari Paskah kali ini memang sangat berbeda dari tahun sebelumnya, selama saya mengikuti Paskah sampai umur saat ini belum pernah Paskah diadakan di rumah. Baru kali ini saya rasakan, tak tahu teman lainnya pernah merayakan Paskah di rumah, tidak di Gereja sebagaimana biasanya akibat dari Pandemi Covid-19 atau Corona ini.
Untuk hari ini, saya dan keluarga merayakan Paskah di rumah dengan mengikuti siaran langsung perayaan Ekaristi suci dari Gereja Katedral Jakarta dibawakan Uskup Keuskupan Agung Jakarta Mgr Ignatius Kardinal Suharyo.
Dalam homili ataupun khotbah Bapa Uskup tadi pesan Paskahnya sangat jelas bahwa umat Kristen yang terdepan dalam menghentikan dosa ekologis. Maksudnya adalah dosa dengan melakukan tindakan merusak alam dan mengganggu keseimbangan ekologis.
Hal itu senada dengan Pesan Paus Fransiskus sebagaimana yang sudah saya tuliskan di Kompasiana juga bahwa wabah virus Corona adalah cara alam bereaksi terhadap manusia yang mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Pesan Paskah itu sangat tegas dan membuka mata kita bahwa apa yang kita lakukan terhadap alam sebagai sumber kehidupan ini?. Apa yang sudah kita lakukan terhadap satwa yang ada di dalamnya?. Ini menjadi perenungan kita saat ini.
Kita diminta untuk mengakui dosa terhadap segala perbuatan terhadap alam sebagai sumber kehidupan. Kita mengimani apa yang telah diberikan Tuhan.
Alam dan lingkungan adalah satu kesatuan yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk dikuasai dan dilestarikan. Bukan dibumihanguskan, dieksploitasi untuk kepentingan pribadi.
Dalam tulisan sebelumnya, di negara kita saja sudah sangat sering terjadi banjir, longsor, kebakaran hutan dan perburuan satwa. Itu adalah bentuk dari ketidakcintaan kepada alam.
Kerakusan, kebusukan dan niat buruk telah membawa seseorang kepada keuntungan pribadi dan ketamakan. Kita melupakan siapa yang menciptakan dan memberikan alam dan lingkungan ini untuk dikuasai.
Kita lupa sebenarnya alam dan lingkungan digunakan untuk apa. Yang mana-mana saja yang boleh diambil dan tidak boleh diambil.
Jangan seperti kisah Adam dan Hawa yang memakan buah dari pohon larangan, padahal sudah diberitahukan pohon mana yang boleh dimakan dan yang tidak boleh dimakan buahnya. Akan tetapi, karena hasutan iblis berupa ular buah dari pohon larangan akhirnya dimakan, sehingga mereka masuk ke dalam dosa.
Pesan Paskah itu jelas bagi saya karena dosa manusia yang tidak mencintai alamnya. Tidak tahu mana yang menjadi bagiannya dan mana yang boleh untuk diproduksi sebagai penunjang proses kehidupan.
Yang terjadi ketika lupa akan bagian mana yang boleh dan tidak boleh diproduksi, maka dari situlah awal dari musibah. Makhluk hidup terancam keselamatannya. Terancam kehidupannya. Hingga akhirnya kita berada pada ekonomi yang melonjak turun, hilangnya pekerjaan, ada yang meninggal akibat Covid-19, proses pendidikan terhambat dan lain sebagainya.
Pesan Paskah dari Paus Fransiskus dan dipertegas kembali oleh Bapa Uskup Ignatius Kardinal Suharyo adalah mengajak kita merefleksikan diri, merenungkan dosa ekologis kita. Dosa yang dihasilkan dari perusakan lingkungan yang masih terjadi. Kita diajak untuk kembali pada hal yang seharusnya yaitu kebaikan dan berhenti merusak alam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI