Hal itu jelas kita lihat di warung-warung misalnya, sering saya lihat tersedia koran sebagai bahan bacaan pengunjung. Di perkantoran juga kadang disediakan koran sebagai bacaan pembuka sebelum bekerja. Artinya apa?, artinya media cetak adalah media rakyat. Jangan sampai punah. Harus dijaga eksistensinya.
Media cetak sudah terlebih dahulu eksis dari media online, karena itu media cetak harus tetap eksis sebagai media tertua di Indonesia.
Saya juga pernah menuliskan di Kompasiana ini bahwa saya tidak suka dengan era digital karena telah mengiris eksistensi dari media cetak. Iklan media cetak berkurang dan pajak kertas pun tinggi.Â
Imbasnya, harga per eksemplar media cetak naik dan distribusi koran pun dikurangi imbas dari malasnya masyarakat membeli koran karena harga tinggi dan era digital ini.
Pada intinya, jangan biarkan media cetak menjerit dan gulung tikar. Para perusahaan pers sudah mengumumkan apa yang mereka inginkan dari pemerintah pusat. Saya rasa pemerintah pusat punya solusi dan tidak memberatkan juga permintaan itu.
Ingatlah, bahwa media cetak sahabat rakyat. Media cetak adalah tempat berbagi para masyarakat kecil. Media cetak adalah media yang paling berkontribusi memberikan ruang berkarya seperti menulis bagi masyarakat.
Ya, itu sangat jelas bahwa media cetak yang saya tahu banyak menyediakan rubrik untuk masyarakat menulis. Saya sendiri belajar menulis di media cetak yang ada di Sumatera Utara dan sudah menghasilkan ratusan tulisan. Jangan sampai saya tidak bisa lagi menulis di media cetak lagi.
Wahai pemerintah kami dengarlah jeritan dan permintaan dari perusahaan media cetak ini. Beri mereka solusi. Jangan biarkan media cetak punah karena itu sangat memberatkan kita juga.
Semoga ini menjadi tulisan bermanfaat dan dilirik oleh pemerintah pusat dan ada jalan terbaik atau solusi demi eksistensi media cetak .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H