Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat ini sedang dilanda banyak kritik. Yang hangat mengenai anggaran lem Aibon dan juga dibukanya atap JPO di jalan Sudirman serta masih banyak lagi.
Tentu hal itu menjadi perhatian publik dan menilai kinerja Anies selama ini. Bisa jadi itu akan berdampak negatif terhadapnya.
Kali ini, ada pernyataan Anies yang sangat mengejutkan mengenai banyaknya kritikan terhadap beliau.
Dilansir dari mediaindonesia.com, 14/11/2019, dalam Rakornas PKS, Jakarta (14/11), Anies berkata "Di Jakarta selalu ramai, apa saja ramai di tempat ini, tapi insyaallah kita akan fokus mana suara, mana kebisingan. Bagi Anies (contoh kebisingan) dari mulai anyaman bambu di sekitar Bundaran HI.
Dari pernyataan ini menimbulkan kerancuan, apakah Anies Antikritik?. Mengapa beliau mengatakan kritikan soal anyaman bambu sebagai contoh kebisingan?.
Tentu banyak yang tidak sependapat dengan beliau. Apa yang diributkan selama ini, itu adalah bagian dari kritikan sebenarnya, bukan kebisingan.
Kalau bising dalam logika kita, contohnya adalah ketika ada teriakan-teriakan yang tidak perlu, sehingga mengganggu kita. Atau ada kegiatan yang mengganggu seperti suara-suara yang memekakkan telinga. Itu sebenarnya kebisingan.
Jadi, yang dipermasalahkan selama ini mengenai anyaman bambu di Bundaran HI kemarin, lem Aibon dan pencabutan atap JPO di Sudirman serta banyak lagi adalah bagian dari kritikan sebenarnya.
Ada yang tidak suka dengan kebijakan pemerintah DKI dan ada yang suka. Seharusnya itu ditampung sebagai sebuah kritikan.
Antikritik?
Sekarang pertanyaannya, apakah Anies Baswedan antikritik?. Dari pernyataan diatas beliau bagaikan pemimpin yang antikritik. Harusnya, kritik itu diserap namun tidak mengganggu kinerja beliau.
Kritik itu dijamin oleh UUD 1945 sebagai bentuk dari menyuarakan pendapat atau aspirasi masyarakat. Semua pemimpin memang suka dikritik oleh rakyatnua, tak terkecuali Pak Jokowi. Akan tetapi, Pak Jokowi tidak pernah menyatakan kritikan yang ramai-ramai bagian dari kebisingan.
Di tengah kritikan yang terus menerus melanda Anies, seharusnya membuat Pak Anies semakin semangat dalam bekerja dan melaksanakan janji kampanye waktu lalu. Jangan seakan-akan antikritik.
Rakyat Jakarta berhak melakukan kritikan dan tidak dianggap sebuah kebisingan. Itulah tantangan para pemimpin di Indonesia saat ini, harus siap dikritik habis-habisan.
Kritikan itu tak akan pernah habis, apalagi rakyat Jakarta penduduknya sekitar 10 juta orang. Tentu ini akan membuat banyak kritikan. Belum lagi di kalangan DPRD Provinsi DKI Jakarta.
Pak Jokowi pun demikian. Rakyat Indonesia sekitar 260 juta. Tentu lebih sering dikritik dibandingkan Anies Baswedan. Tetapi, tidak pernah keluar kata kebisingan tadi.
Sudahlah, apapun yang keluar dari bibir masyarakat, baik secara langsung, maupun dari media sosial, semoga itu bisa bermanfaat bagi pemerintah DKI Jakarta. Beginilah demokrasi, dimana banyak kritikan. Tak dikritik rasanya kurang nyaman.Â
Semoga tulisan ini bermanfaat agar tidak keluar lagi kata-kata yang menyita perhatian publik seperti suara kebisingan tadi. Terus saja bekerja di tengah kritikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H