Berkaitan dengan revisi Undang-undang KPK, Wakil Presiden Jusuf Kalla angkat bicara bahwa tindakan KPK menangkap banyak pejabat negara yang korup bukanlah sebuah prestasi yang harus dibanggakan. Menurutnya, KPK dapat disebut berprestasi jika jumlah pejabat yang ditangkap semakin berkurang.
Maka dari itu, pemerintah menyepakati usulan draf UU No. 30/2002 tentang KPK. Pemerintah menyetujui draf mengenai keberadaan dewan pengawas, kewenangan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) dan soal penyadapan (cnnindonesia.com, 10/9/2019).
Akan tetapi, masyarakat banyak yang tidak sependapat dengan revisi itu. Kalau seperti itu, siapa yang harus didengarkan?, Apakah rakyat atau pemerintah. Bukankah pemerintah dipilih oleh rakyat untuk melaksanakan amanat rakyat, begitu juga DPR?.
Coba bayangkan andai suara rakyat dikesampingkan, padahal rakyat sudah memilih mereka. Artinya, rakyat yang kasihan bahwa amanat mereka tak didengarkan.
Harusnya sebelum merevisi, tanyakan dulu pada rakyat apakah sebagian besar rakyat setuju atau tidak revisi?. Hal itu sangat membantu mencegah terjadinya perdebatan sengit yang tiada habisnya.
Ini jadi pelajaran berharga buat pemerintah dan wakil rakyat dalam mengambil kesimpulan. Ayo duduk bersama dulu membicarakan revisi ini. Rakyat siap untuk diajak duduk bareng.
Nah, buat tanggapan Pak Jusuf Kalla terkait KPK yang banyak menangkap koruptor bukan prestasi masih bisa diperdebatkan. Perdebatannya berupa, kalau memang korupsi masif di kalangan elite, padahal pencegahan sudah dilakukan, maka sangat berhak menangkap koruptor itu bukan?.
Tak mungkin dibiarkan koruptor berjaya memakan uang rakyat. Menangkap banyak koruptor tidak seratus persen bukan prestasi kalau dilihat dari apa yang saya sampaikan diatas.
Memang semakin minim kejahatan, maka semakin baik dan Lapas tidak over kapasitas. Akan tetapi, sejauh mana peran pemerintah, pejabat daerah dan masyarakat melakukan pencegahan kejahatan seperti korupsi?.
Nah, alangkah baiknya, semua pihak bekerja keras membantu KPK dalam proses pencegahan agar tugas KPK semakin ringan. Agar KPK tidak disalahkan karena menangkap banyak koruptor.
Jangan jadinya KPK menjadi "tumbal" dari revisi. Perlu kita sepakati revisi tersebut. Menurut pemerintah dan wakil rakyat revisi baik, tetapi menurut rakyat itu tidak baik.
Mari satukan pemikiran dan kita dorong KPK bekerja keras memberantas korupsi. Kalau KPK harus diawasi dan minta izin dalam penyadapan, maka yang terjadi adalah koruptor sudah berhasil dalam melaksanakan aksinya karena KPK harus minta izin lagi, tidak bisa bekerja independen dan mandiri.
Kalau OTT semakin sedikit karena lamanya izin penyadapan, maka kacau balau upaya pemberantasan kita. Memang makin dikit koruptor ditangkap melalui OTT, akan tetapi, keuangan rakyat sudah habis digerogoti koruptor. Kira-kira itu harus dipertimbangkan sebaik mungkin.
Korupsi sudah masif, makanya banyak yang ditangkap. Pokoknya, mari kita sepakati revisi ini. Apa yang sudah disepakati, itulah yang terbaik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H