Dalam fenomena saat ini ditemukan namanya jual beli data pribadi milik kita. Ada beberapa kasus yang tengah ditangani terkait jual beli data dan akses data secara tidak sah. Ada pula kasus membuka data pribadi seperti nomor e-KTP dan nomor KK, sehingga dapat diakses oleh publik. Pelaku dalam kasus itu ada yang telah dijatuhi pidana penjara 8 bulan dan dikenakan denda. Ada pula pelaku yang terancam pidana maksimal 9 tahun dan denda maksimal Rp. 3 miliar (money.kompas.com, 17/5/2019).
Tentu kasus ini memprihatinkan dan membuat masyarakat juga menjadi takut mengirimkan data pribadi miliknya. Apalagi kalau bekerja di sebuah perusahaan, masyarakat jadi takut memberikan data pribadinya. Bisa jadi disalahgunakan atau diotak-atik oleh pihak perusahaan. Bagaimana pula andai seseorang ingin bekerja sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia) ke luar negeri. Ada kemungkinan data itu disalahgunakan dan si TKI tadi ternyata diperdagangkan. Ini harus kita waspadai juga.
Saya melihat adanya kasus jual beli data pribadi ini cara menghindarinya adalah cermat dalam melihat kepada siapa kita akan mengirimkan data tersebut. Jadi, andai kita ingin bekerja, cobalah untuk melihat kapasitas, integritas maupun popularitas dari sebuah perusahaan. Begitu juga mau mengirimkan data pribadi kepada seseorang atau pribadi.
Penting pula diketahui apakah perusahaan yang akan dituju memiliki badan hukum atau tidak. Apakah seseorang yang akan kita kirimkan data mengenai diri kita adalah orang yang patut dipercaya dan benar-benar adalah mempunyai legalitas atas itu.
Sebagai contoh, kita sebagai kompasianer mengirimkan data pribadi kepada pihak kompasiana atau adminnya. Kalau saya pribadi, percaya kepada pihak kompasiana, mengapa?. Karena saya tahu bahwa kompasiana adalah bagian dari Kompas Gramedia grup yang terkenal sebagai perusahaan media terbaik dan terdaftar juga di Dewan Pers (seperti Kompas, Kompas TV, Tribun dan media lainnya).
Saya mengenali kompasiana sebagai media untuk kita menulis dan menyalurkan pemikiran kita dengan kepopularitasannya dan juga kredibilitas serta integritasnya. Dari situ saya percaya. Saya yakin banyak yang sependapat dengan saya. Khusus kita mau melamar ke media pers lainnya yang sudah bersertifikasi dewan pers, maka tak perlu takut untuk mengirimkan data pribadi.
Begitu juga perusahaan lainnya yang bergerak dalam bidang-bidang tertentu. Kita harus cermat melihat dan mencari sumber terpercaya melihat integritas dan kredibilitas perusahaan itu.
Selain itu, teman dalam grup whatsapp saya pernah mengirimkan sebuah rekrutmen pegawai di salah satu perusahaan milik negara. Nah, setelah dicermati bahwa email pengiriman data dan lamaran kerja itu memakai alamat pengiriman contoh " sidia@email.com". Sontak, teman grup heran dan merasa curiga, kok sekelas perusahaan besar masih memakai kata "email"?, bukankah kita sudah punya google mail atau alamat pengiriman lainnya yang terkenal kapasitasnya saat ini?. Dari situ kecurigaan muncul. Sampai ada pula teman di grup berkata "pernah mengirimkan lamaran ke alamat pengiriman yang sama, tetapi sampai beberapa lama dia curiga, sehingga menghubungi pihak perusahaan bersangkutan dan pihak perusahaan mengatakan tidak ada rekrutmen". Ini menjadi pengalaman juga buat kita.
Maka, kita butuh cermat. Ketika data pribadi kita disalahgunakan oleh perusahaan yang kita kenal kredibilitasnya, integritas dan badan hukumnya, maka dapat kita adukan ke pihak kepolisian maupun ke pihak yang berwenang lainnya. Maka, kepolisian akan cepat menindaknya karena jelas badan hukum, alamat dan lain sebagainya.
Coba seandainya, kita tidak cermat. Asal-asalan saja mengirimkan data tanpa melihat kriteria perusahaan, integritas dan kredibilitasnya, maka ketika data kita dijual-belikan, pihak kepolisian pun akan lama dalam mengungkapnya. Begitulah kira-kira kompasianer pendapat saya.