Mahasiswa adalah kaum terdidik yang dibina agar nantinya mampu menggantikan pemimpin kita yang ada saat ini, Â baik di lembaga, instansi negara maupun daerah. Maka dari itu, mahasiswa adalah bagian dari perguruan tinggi atau universitas untuk dibina dan ditambah lagi wawasannya sesuai bidang kemampuannya agar dapat diterapkan untuk bangsa dan negara.
Kalau sudah dikatakan mahasiswa adalah kaum terdidik ataupun kaum intelektual, maka tindakannya juga harus mencerminkan orang yang intelek pula. Di tangan mahasiswalah kita gantungkan kelanjutan cita-cita negara saat ini. Setelah pemimpin saat ini sudah tak mampu lagi melaksanakan tugasnya, maka harus ada regenerasi. Itulah mahasiswa yang saat ini sebagai regenerasinya.
Tentunya, semakin tahun berganti, maka semakin baik pulalah kepemimpinan negara ini. Oleh karena itu, mahasiswa benar-benar ditempah untuk dapat mengaplikasikan ilmunya untuk bangsa dan negara ketika dipilih sebagai pemimpin.
Jadi, mahasiswa ketika menempa pendidikan harus mencerminkan mereka adalah kaum intelektual penerus kemajuan bangsa. Benar-benar menuntut ilmu dan mampu mengaplikasikannya. Itu adalah harapan kita bersama kepada mahasiswa.
Santun dalam bertindak
Jadi, mahasiswa jangan pernah mencoreng nama baiknya sebagai kaum intelektual muda dengan tindakan yang tidak baik dan tidak santun. Sederhana saja, mahasiswa sering kalau kita lihat berdemonstrasi di lapangan terjadi bentrok dengan masyarakat maupun massa lainnya. Kadangkala merusak fasilitas umum saat demonstrasi terjadi.
Jujur saja, saya juga pernah menjadi mahasiswa. Waktu saya kuliah, di kampus pun sering melakukan aksi demonstrasi menolak kebijakan pemerintah maupun pihak kampus. Pernah suatu ketika sekitaran tahun 2011/2012, ada demo di kampus saya terkait rencana kenaikan harga BBM di seluruh Indonesia. Karena melakukan aksi itu, naik tensi mahasiswa aksi, sehingga fasilitas umum menjadi korbannya, Â salah satunya rambu-rambu lalu lintas dirusak.
Aksi itu terjadi juga di seluruh kampus yang ada di Indonesia. Hangat pula diberitakan adanya aksi merusak fasilitas umum juga. Tak dapat kita pungkiri, itu menjadi kesan buruk bagi mahasiswa. Akan tetapi, setelah tahun berlanjut, semua itu agak sudah berkurang. Sudah jarang kita melihat dari sebuah berita maupun media manapun mahasiswa melakukan aksi demonstrasi dan merusak fasilitas umum.
Semoga pula, pada tanggal 22 Mei 2019 ini, saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil rekapitulasi suara pemilu, ada dugaan terjadi penggalangan massa, maka mahasiswa tidak ikut didalamnya. Tidak ikut pula bila ada ajakan merusak fasilitas umum yang ada. Mari, mahasiswa menolak itu dan juga kita sesama bangsa Indonesia menolak juga.
Kalau sudah diumumkan nanti tanggal 22 Mei, cobalah untuk menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi. Coba bijak dalam berhukum ini. Sepertinya, dugaan demonstrasi saat tanggal 22 Mei itu tidak diperkenankan lagi. Kalau ada yang kurang puas, maka gugat saja.
Tak ada yang melarang berdemonstrasi, mengeluarkan pendapat dan aspirasi, tetapi lihatlah situasinya. Tanggal 22 Mei itu pengumuman hasil pemilu, jadi untuk apa lagi berdemonstrasi bukan? Gugat saja, biar lebih mantap dan sesuai koridor hukum. Menggugat ke MK lebih bijak dalam menggunakan hukum itu ketimbang berdemonstrasi.
Toh juga kalau berdemonstrasi, tetap saja KPU tak bisa berbuat apa-apa. Bawaslu juga tidak bisa menguji adanya kecurangan yang disuarakan oleh capres tertentu dan pendukungnya. Gugat saja ke MK. Percayakan MK memutus sengketa pemilu.
Terkait dengan itulah, maka mahasiswa sebaiknya tidak ikut-ikutan dalam demonstrasi jika itu akan dilakukan. Mahasiswa harus bertindak positif sebagai kaum intelektual muda. Kita punya aturan hukum dan aturannya jelas. Kalau disebut intelektual muda, pasti menggunakan hukum sebagai alat menciptakan keadilan tersebut. Semoga mahasiswa mampu memahaminya dan juga kita semua. Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H