Hari Anak Nasional diperingati setiap 23 Juli sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1984 tanggal 19 Juli 1984.
Berdasarkan Konvensi Hak-Hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 20 November 1989 dan diratifikasi Indonesia pada tahun 1990 Bab (1) Pasal (1), yang dimaksud dengan anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun. Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal (1) Ayat (1) juga menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.[1]
Untuk tahun ini, puncak peringatan Hari Anak Nasional 2019 bertema, "Peran Keluarga Dalam Perlindungan Anak[, dan dengan slogan 'Kita Anak Indonesia, Kita Gembira', akan dilaksanakan di Lapangan Karebosi - Makassar yang akan dihadiri Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana.[2]
Penderitaan Anak
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat terdapat 228 kasus kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan fisik sepanjang 2018. Kekerasan fisik ini paling banyak dilakukan pendidik.[3]
Menurut KPAI: Ada 32 Kasus trafficking dan eksploitasi anak di Indonesia pada awal 2018, dengan kasus anak korban trafficking sebanyak 8 kasus, anak korban eksploitasi seks komersial 13 kasus, anak korban prostitusi 9 kasus dan anak korban eksploitasi ekonomi sebanyak 2 kasus.[4]
Banyak orang yang lebih tua, tidak rela melihat anak-anak bahagia dalam pertumbuhannya. Mulai dari menekan sesuai dengan keinginannya, hingga mengeksploitasi anak-anak atas nama tertentu, seperti:
1. Atas nama pendisiplinan, maka terus memarahi, lalu meningkat dengan menyiksanya.
2. Atas nama kebutuhan ekonomi, maka mengajari anak untuk mengemis, hingga memaksanya untuk bekerja keras.
3. Atas nama bekerja, maka membiarkan anak tanpa pengawasan dan menitipkan kepada sembarang orang.
4. Atas nama masa depan, maka menyiksa anak untuk belajar ini belajar itu atau les ini les itu.
5. Atas nama gairah yang khilaf, maka memerkosa, hingga menjual anaknya sendiri sebagai budak seks.
Malang nian nasib anak yang mengalami perlakuan seperti ini. Ingin menangis, tak ada yang memeluknya, bahkan malah memukulnya. Memiliki keluarga, namun merasa yatim piatu. Harus berjuang sendirian melakukan yang bukan tugasnya, hanya demi memuaskan obsesi orang yang lebih tua.
Hatinya hancur saat melihat teman sebayanya sedang bermain bahagia. Dicium dan dipeluk oleh ayah dan ibunya. Pergi bersama-sama keluarga menikmati liburan. "Kapan aku bisa seperti ini," teriaknya dalam hati.
Kebutuhan Dasar AnakÂ