Mohon tunggu...
Juanda
Juanda Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer Taruna

$alam Hati Gembira ...

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Maaf Lahir Belum Batin, Terdapat 5 Jenis Maaf Lho

7 Juni 2019   23:17 Diperbarui: 7 Juni 2019   23:31 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
floridacounselingcenters.com

Lalu dalam hal ini, maka ada pihak-pihak tertentu, yang memaksa kedua belah pihak untuk melakukan rekonsiliasi, supaya bisa saling memaafkan. Memang berawal dari dipaksa itulah, maka ujung-ujungnya akan terpaksa untuk memaafkan.

Kebiasaan. Ini terkait karakter. Pernah memerhatikan seseorang yang mudah obral kata maaf. Setelah memberi atau minta maaf, maka tetap mengulangi kesalahan yang lama tadi. Saat kampanye penuh dengan janji manis, namun tanpa realisasi. Ujung-ujungnya akan minta maaf dan mohon dimaafkan. Nanti akan diulangi pada kampanye periode kedua.

Tradisi. Ini terkait tata aturan tertentu. Seperti kesepakatan damai dalam suku-suku tertentu, jika ada yang berbuat salah, tidak perlu diperpanjang lagi. Tradisi keluarga yang turun-temurun. Tradisi sebuah perusahaan yang memerintahkan anak buahnya untuk minta maaf, walau konsumennya yang bersalah. Mengingat pembeli adalah raja.

Ikhlas. Ini batin dan lahir. Kehidupan yang baik itu bermula dari hati. Sebuah nasihat sekitar 3000 tahun yang lalu mengatakan, "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." Jika hati baik, akan menyeruak keluar kebaikannya. Namun kalau luarnya baik (lahiriah), hati belum tentu baik (batiniah). Inilah yang disebut munafik.

Belajar tidak kecewa, itu berawal dari mau menerima kerugian. Dengan kesiapannya untuk rugi inilah, yang akan membuat diri jadi ikhlas untuk memaafkan, apa pun yang terjadi. Dan ini bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja.

Apakah bukti bahwa seseorang itu sudah memaafkan sesamanya? Berani berjumpa dan berbicara dengan orang tersebut, tanpa ada kegelisahan dalam hati. Berani menatap matanya, bersalaman atau berpelukan, tanpa ingin segera melepaskannya. Inilah sejatinya sebuah kemenangan.

Namun sekadar masukan saja, jika orang tersebut memang telah terkenal berperangai buruk, tidak perlu bersahabat terlalu erat, kecuali bersiap untuk disakiti lagi. Namun tetap tidak boleh berprasangka buruk terus-menerus kepada seseorang yang telah mengecewakan atau menyakiti kita. Selama telapak kaki masih menginjak bumi, itu tandanya masih ada kemungkinan seseorang bisa berubah.-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun