"Kalau ada sumur di ladang boleh kita menumpang mandi, kalau ada umur panjang dan mobil dinas pegawai masih lalu lalang boleh kita menumpang lagi esok hari".
Kalimat yang kedua di atas tepat sekali untuk menggambarkan aktifitas pekerja/pegawai kantor  pemda di beberapa instansi di daerah kota Sengeti, kota/kabupaten dari Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.
Saat-saat menegangkan penuh harap selalu dirasakan ketika hendak pergi dan pulang selepas penatnya dari rutinitas kerja. Bayangkan saja, untuk tiba ke tempat kerja saat pagi hari harus berdiri menunggu kedatangan orang lain yang mengendarai mobil di persimpangan jalan.
Jangan dibayangkan apabila yang ditunggu itu mobil berplat hitam. Udah kebayang nggak? Yak plat merah saudara-saudara. Mobil dinas itu kerapkali menjadi pilihan pertama bagi para pegawai-pegawai yang hendak berangkat ke kantor sebagai kendaraan tebengan. Pada saat itulah memang harapan menjadi sebuah strategi.
Ketika jam normal rata-rata pegawai pemda di komplek perkantoran Bukit Cinto Kenang Sengeti terjadwal di pukul 08.00, lain halnya di salah satu instansi, sebut saja instansi Anu menerapkan jam apel pagi pada pukul 07.30. Memang hal yang umum namun untuk beberapa situasi dan kondisi jam apel pagi pada pukul itu menyulitkan para pegawai untuk tiba tepat waktu.
Sedikit intermeso aja nih ya, sebagian besar pegawai pemda di komplek perkantoran Bukit Cinto Kenang Sengeti tidak berdomisili di Sengeti, melainkan di Kota Jambi. Nah bagi yang berangkat dengan menumpang "pertolongan" orang lain untuk berangkat ke kantor, hanya sebagian kecil pegawai saja.
Menyoal jarak tempuh jika ingin berangkat kerja (dari tempat pertungguan tebengan) mereka membutuhkan jarak tempuh kira-kira 27 km dan dengan kecepatan mobil 54 km/jam barulah bisa tiba dengan waktu tempuh 30 menit. Mudah-mudahan perhitungan ini tepat saudara-saudara. Haha
Begini, saya belum sempat memberi tahu saudara-saudara bahwa pelaku "nebengers" itu adalah seluruhnya perempuan. Mereka bergelut dengan waktu amat pagi untuk sebuah tanggung jawab besar yang dinamakan "pekerjaan", dengan latar belakang keluarga dan status yang berbeda-beda (waaah) mereka harus mampu tepat waktu berdiri tegak di pinggir jalan menunggu kedatangan Sang Penolong yang tak tahu sesiapa silih berganti tiap hari untuk tiba tidak terlambat di kantor. (Semakin waaah)
Pilihan lain untuk tidak menjadi pelaku nebengers barangkali keliru. Bayangkan saja saudara-saudara, setiap menggunakan bawahan rok adalah menyulitkan jika mengendarai sepeda motor dengan jarak tempuh yang panjang. Selama di perjalanan juga pasti akan sering menemui kendaraan truk mulai dari kapasitas angkut beban kecil hingga yang angkut beban besar. Hal ini tentu akan cukup membuat diri merasa jenuh dan khawatir akan keselamatan diri sendiri karena rute jalan lintas yang dilalui.
Apabila mereka ingin berhemat uang, maka mengendarai sepeda motor bukanlah pilihan yang bijak. Kebutuhan bahan bakar sepanjang 54 km pulang-pergi dari hari senin hingga jumat dipastikan akan dalam sekali merogoh kantong.
Memang pada keadaan seperti ini pihak pemerintah daerah telah lebih awal mengantisipasinya. Pemerintah daerah telah menyediakan bus angkutan (Bus Tayo) namun sekali lagi bagi beberapa instansi yang menerapkan jam apel pagi lebih awal bagi para pegawai-pegawainya dipastikan tidak akan memilih angkutan bus. Sebab, jadwal keberangkatan bus yang tidak menentu akan menyebabkan para pegawai terlambat tiba di kantor.
Lagipula, ketika akan menurunkan penumpang, sopir bus tersebut tidak menghentikan kendaraannya tepat di depan kantor yang dituju penumpang, malah hanya berhenti di sisi jalan utama komplek perkantoran. Ah tentu akan menyita waktu lagi apabila berjalan kaki.
Tak bisa dipungkiri, nebeng atau ride sharing adalah pilihan terakhir yang cocok akal, saudara sekalian. Mampu berhemat biaya bahan bakar, besar kemungkinan aman dari kejahatan dan kecelakaan, dan nyaman. Meskipun hal-hal lain seperti waktu tunggu yang tidak menentu, jumlah mobil dinas yang tidak banyak, dan beberapa pengemudi mobil dinas yang tak mau menumpangi, bisa diatasi kadangkala dengan cara menghentikan "paksa" mobil-mobil pribadi. Hahaha
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H