Mohon tunggu...
Asaf Yo
Asaf Yo Mohon Tunggu... Guru - mencoba menjadi cahaya

berbagi dan mencari pengetahuan. youtube: asaf yo dan instagram: asafgurusosial

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

How to Get Milions Before Granma Dies: Saat Awalnya Hanya Ingin Warisan Keluarga

3 Juni 2024   11:30 Diperbarui: 3 Juni 2024   12:10 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tertarik nonton kemarin hari selasa 28 Mei 2024 karena film ini sedang hype tinggi. Sebagus apa sih film ini sehingga mampu menembus sejuta penonton di Indonesia.

Film ini menceritakan sosok M, yang merawat neneknya bernama Mengju karena sang nenek sudah tahap akhir terkena Kanker. M sendiri merawat neneknya  karena ingin mendapat warisan dari sang nenek. Film ini memfokuskan hubungan antara Mengju,cucunya dan ketiga anaknya.

Dari yang aku lihat , memang tujuan utama M awalnya adalah untuk mendapatkan warisan dari sang nenek. namun, cara M dalam merawat neneknya tidak seperti sinetron sinetron di Indonesia atau film konspirasi yang memunculkan kesan jahat dan keji melainkan dibawa ke suasana komedi.

M sendiri terinspirasi merawat neneknya yang sedang sakit kanker karena teman (atau sepupunya sih, lupa aku), Mui, yang merawat kakeknya dan akhirnya mendapatkan warisan rumah dari sang kakek yang kemudian meninggal.

Masalah warisan ini sepertinya sangat kuat dipengaruhi oleh kultur Tionghoa. Diceritakan keluarga M sendiri adalah orang Thailand keturunan Chinese, ya seperti Chindo lah kalau di Indonesia. Kalau tidak salah dari suku Teecheuw. Nah, mengapa aku berpikir ini terinpirasi dari kultur Chinese adalah karena rumah dari sang nenek akhirnya diwariskan kepada anak laki-lakinya si Soei. Pada saat perdebatan antara Kiang dan Mew, aku mendapat kesan bahwa mereka sudah tahu bahwa rumah akan diwariskan antara Kiang atau Soei.

Hal ini diperkuat lagi saat Meng Ju sangat ingin memiliki tanah pemakaman sendiri, maka dia meminta bantuan dari sang kakak lelakinya. Dia sudah merawat orang tua mereka namun warisan akhirnya jatuh ke tangan sang kakak laki-lakinya. Dia hanya meminta sejuta untuk membeli tanah pemakaman tetapi tidak dikabulkan oleh sang kakak. Bahkan sang kakak meminta dia untuk meminta bantuan kepada keturunannya, bukan kepada dia karena nama keluarganya sudah berbeda (mungkin karena pengaruh budaya Tionghoa , wanita akan mengikuti nama keluarga suaminya).

Belum lagi adegan saat si nenek akhirnya ikut ke rumah Mew untuk dirawat disana setelah rumahnya dijual dan dia harus hidup di Panti jompo. Dia melihat pola makan Mew yang sangat mirip dengannya dan bisa berbahaya bagi kesehatannya. Si mew dengan bercanda mengatakan bahwa anak perempuan mendapatkan kanker sementara anak laki-laki mendapatkan asset. Hal ini menunjukkan kultur yang dipegang dalam keluarga mereka secara tidak langsung.

Bukan hanya M saja yang berusaha untuk mengambil hati sang nenek, tapi sang paman yaitu Kiang berusaha mengambil hati dengan mengajak ibunya tinggal Bersama mereka agar kehidupannya lebih terawatt. Sang nenek lebih memilih untuk dirawat oleh M daripada oleh Kiang. 

Film ini juga menceritakan kegaualan dari sang nenek yang merasa anaknya si Kiang sudah berubah setelah menikah. Menurutku ini merupakan pergolakan batin seorang ibu yang merasa kurang diperhatikan setelah anaknya memiliki keluarga baru dan merindukan situasi sebelum si anak belum menikah.

Aku suka acting dari para pemainnya yang menurutku ok banget. Puttipong astaranatakul  (maaf kalau nama para pemain Thailand nanti salah ketik ya, susah menulisnya soalnya hehe) mampu memainkan peran sebagai M yang haus akan harta namun akhirnya berbalik mindsetnya. 

Usha Seamkhum sebagai sang nenek mampu memerankan wanita tua yang tahu bahwa dirinya menjadi pusat perhatian di keluarganya saat hari-hari terakhir kematiannya. Mengju bukanlah wanita bodoh, dia tahu mengapa anak dan cucunya sibuk mencari perhatiannya lewat salah satu dialog kepada M," apakah kamu juga sedang menabur benih untuk menuai hasilnya kelak?." Sebuah ungkapan kalau bagi saya sih makjleb banget karena sangat terlihat bahwa sang nenek sebenarnya menyindir upaya M.

Set rumah nenek membawa kita pada nuansa khas rumah tua, dengan berbagai perabotan kuno dan cara pandang kuno. Kebiasaan kebiasaan lama yang sukar diubah begitu saja. M harus menghadapi karakter seorang nenek tua pada umumnya dengan cukup sabra wkwkwkwkwk. 

Setelah menonton film ini, aku sadar bahwa film ini sangat cocok dengan budaya manapun sih bagaimana warisan mampu menjadi pusat utama dari kehidupan di sekelilingnya. Kisahnya memang happy ending namun mengajarkan banyak hal tentang cinta, keluarga, keiklasan. Akhir kata , selamat menonton saja ya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun