Mohon tunggu...
Asaf Yo
Asaf Yo Mohon Tunggu... Guru - mencoba menjadi cahaya

berbagi dan mencari pengetahuan. youtube: asaf yo dan instagram: asafgurusosial

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Petualangan Sherina 2: Kenangan Masa Kecil yang Terlalu Panjang Durasinya

10 Oktober 2023   13:42 Diperbarui: 10 Oktober 2023   16:25 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada yang masih ingat petualangan Sherina di tahun 2000? Aku sudah lupa sih kisahnya jujur, padahal aku menonton filmnya saat masih remaja hehehehe. Cuma ingat pas joget jogetnya tapi yang jelas cukup menghibur. Nah, sekarang dibuat sekuelnya setelah 23 tahun berlalu. Tentu penasaran seperti apa filmnya, apakah masih musical yang enak ditonton seperti masa lalu, ataukah ada yang mengalami penurunan? Tentu aku yang pernah nonton kisah pertamanya, sayang jika dilewatkan begitu saja.

Sherina yang sudah dewasa bekerja sebagai jurnalis dan sedang dalam persiapan untuk meliput world economic forum di Swiss bersama kameramennya, si adit. Namun, rencana mendadak berubah. Si bos meminta untuk meliput penyelamatan orangutan di Kalimantan. Setibanya di Kalimantan, Sherina justru bertemu dengan sahabat masa kecil (sampai remaja), Sadam yang menjadi pemimpin organisasi penyelamatan orangutan. Ia menyambut baik liputan pelepasan orangutan kea lam liar. Namun, pelepasan orang utan yang bernama Sayu ini mengalami hambatan karena dicuri oleh komplotan penjahat yang dipimpin oleh Dedi.

Dedi menangkap Sayu atas pesanan suami istri miliader yaitu Syalendra dan Ratih yang selalu dijaga oleh bodiguardnya, Pingkan. Ratih yang tergabung dalam komunitas istri-istri konglomerat berambisi agar dirinya selalu menjadi pusat perhatian. Setelah sebelumnya selalu pamer kucing-kucing mahal, maka dia ingin sesuatu yang lain, yaitu satwa langka agar bisa mengundang decak kagum dari para istri konglomerat dan demi gengsi.

Riri Reza menjadi sutradara di film ini dan berharap bisa mengulang kesuksesan film pertama, dan yah berhasil. aku menonton di siang hari sih, jadi tidak terlalu ramai penontonnya. Hehehehe jam orang kerja siapa juga yang mau menonton. Tapi ada beberapa yang aku notice. Sherina sepertinya seorang jurnalis yang punya bargaining besar, karena saat mendengar bosnya dan mitra kerjanya berdiskusi masalah penugasan, tiba-tiba dia nyelonong memotong pembicaraan. Seumur-umur bekerja jadi budak korporat, belum pernah melihat kasus kayak gini, tapi mungkin memang yang namanya film harus tidak sesuai dengan aslinya kali ya. hehehehe

Adegan Sherina yang berencana resign dari kerjaannya hanya karena tidak mendapat apa yang dia inginkan, hmmmm khas banget ya generasi milenial, kalau tidak cocok denga napa yang dipikirkan maka langsung main resign saja. Mathias Muchus yang berperan sebagai ayah Sherina mengingatkan, kalau dia jadi bosnya Sherina dia bakal nyerah deh punya anak buah seperti Sherina karena sukar diatur, semua harus bergerak sesuai dengan apa yang diinginkan. dari situ aku melihat ada dua generasi dengan dua cara pandang yang berbeda. Generasi tua yang ingin kita belajar untuk legawa dengan segala keputusan atasan, generasi muda yang selalu berpikiran bahwa mereka itu selalu benar dan harus selalu mendapat apa yang mereka inginkan.

Isyana Saraswati sepertinya kembali berperan dengan hal-hal yang unik, apa ya sebutannya, sedikit bloon? Menyebalkan atau apa ya, tapi dia cocok berperan sebagai istri konglomerat yang selalu menyanyi dan rambutnya tibat-tiba mengingatkan saya pada telenovela jadul yaitu tante rambut palsu (aduh, saya tua banget ya). begitu juga syalendra yang diperankan oleh Chandra Satria, sosok gemuk kaya raya khas banget orang kaya. Wkwkwkwk. Pasangan miliader yang menurutku lucu aja. Apalagi lagu yang dinyanyikan mereka berdua itu juga mengandung kritikan sosial sebenarnya. 

Jujur prananto dan Mira Lesmana mampu membuat naskah agar bisa nyambung dengan film pertamanya sih. Riri Reza masih menjadi sutradara film kedua ini.

Adegan saat Sadam dan Sherina disekap dalam bangunan tua itu kalau aku pikir kok terlalu lama ya, kan bisa dipotong ya. betul sih , bagian itu mereka mengenang masa lalu (sambil nyanyi nyanyi pastinya) dan juga alasan mengapa Sadam menjauh dari Sherina , perbedaan cara berpikir yang Sadam tidak bisa menerima, dan ternyata sikap Sherina sekarang masih sama dengan yang lama yang membuat Sadam menjauh darinya. Adegan pas di Bintang bintangnya juga malah kayak tidak real, apa ya, CGI nya kurang bagus sih , malah terasa dibawa balik ke teknologi jadul. Mungkin harapan pembuat filmnya agar terlihat lebih modern. Masalahnya kalau teknologi kurang mendukung seperti yang di barat, jatuhnya mengganggu sih.

Karakter yang tidak aku duga bakal bagus adalah si pingkan yang dimainkan oleh Kelly Tandiono. Mbak Kely keren banget jadi bodyguardnya. Badannya kurus tapi padat tinggi dengan ekspresi wajah yang bengis. Cocok banget dia jadi bodyguard yang jago bertarung. Berharap banget dia akan main di film film lain yang sesuai dengan karakter wajahnya. Aku masih bingun kenapa si anak kecil (aduh aku lupa namanya) tetap saja ditangkap padahal kan bisa langsung disingkirkan gitu. Padahal penjahat lho, masak masih mikir kasihan kasihan gitu ya? atau aku yang terlalu ekstrim aja mikirnya? Hehehehe.

Derby Romero dan Sherina mampu memerankan karakter Sadam dan Sherina dengan baik. Aku melihat Sadam mewakili sosok pria matang yang pas di film ini, sementara Sherina seperti tidak mengalami perubahan di film anak-anaknya, sosok yang ceria dan selalu bersemangat begitu. Aku sih lebih memilih karakter Sadam yang sepertinya mampu melepaskan diri dari Sadam kecil. Entah ya, nuansa Sherina kecil dan saat dewasa kok menurutku sama. sama sama keras kepala tidak mengalami perubahan nyata akibat pengalaman hidup sih, wkwkwkw.

Aku suka sih dengan ide ceritanya, tentang penyelamatan satwa langka dan itu sangat relevan dengan masa sekarang. Bukankah hutan-hutan di Kalimantan mengalami kerusakan parah oleh para pengusaha sawit yang membuka lahan secara besar-besaran. Konflik antara satwa langka dan manusia sangat besar terjadi. Aku rasa mira Lesmana berusaha menyelipkan pesan moral tetang lingkungan hidup di sini. Bedanya di film ini, si Sayu ditangkap untuk dijadikan barang pamer orang kaya, sementara aslinya orang utan pada dibunuh karena tidak ada tempat lagi. Walau hanya sedikit sedikitnya Masyarakat jadi lebih aware dengan masalah lingkungan yang terjadi di Indonesia sekarang ini.

Film ini walau film musical tapi mampu menarik banyak penonton, terutama penonton jadul yang sudah menonton yang pertama. Jarang-jarang kan penonton menyukai film musical di indonesia. jadi kalau aku sih kalau disuruh untuk menilai, yah dari 1-10 aku kasih nilai 7, karena bagiku cukup menghibur walau durasinya terlalu lama dan bisa dipotong. Setidaknya lagu-lagunya enak didengar gitu. Kalau kalian, berapa akan kasih nilai skornya? Silahkan koment di bawah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun