Masih membahas tentang LGBT. Sekarang saya akan lanjut dalam sudut pandang sosiologi (karena saya mengajar sosiologi sih, hehehehe). Nah, bagi masyarakat indonesia, LGBT adalah sebuah bentuk penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat.Â
Penyimpangan sendiri adalah sesuatu yang berbeda dalam norma yang sudah disepakati oleh masyarakat. Tidak semua penyimpangan sifatnya negative, ada juga penyimpangan yang sifatnya positif, karena justru bisa membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik.
Sebuah contoh bentuk penyimpangan dalam masyarakat misalnya cara berpikir masyarakat jaman dulu yang berpikir bahwa anak perempuan bersekolah itu ngowahi (mengubah adat). Wanita cukup ada di rumah, mengurus rumah dan keluarga.namun, seiring berjalannya waktu, ternyata wanita berpendidikan itu sangat penting karena pengasuhan anak ada di tangan istri.Â
Kalau istri berpendidikan tinggi tentu pola pendidikan yang diterima oleh anak di rumah juga akan lebih baik. Belum lagi kalau misal secara keuangan sudah sangat terbatas dan kebutuhan rumah tangga sangat tinggi, maka wanita bisa menjadi penolong yang ikut bekerja mencari nafkah dan akhirnya membantu keuangan keluarga.
Contoh lain, misalnya ada peralatan yang digunakan lebih canggih, maka tentu saja akan berdampak pada perilaku masyarakat. Misalnya saja, sebelum ada peralatan modern, masyarakat bergotong royong dalam mengerjakan sawah. Namun karena ada orang yang berpikir bahwa perlu ditemukan alat yang bisa mengolah sawah dan akhirnya ditemukan tractor.Â
Saat awal digunakan, pengguna ini pasti dianggap berperilaku menyimpang karena hanya dia sendiri yang menggunakan tractor, sementara yang lain masih menggunakan sapi atau tenaga manusia, dianggap kurang dalam bergotong royong.Â
Namun, seiring berjalannya waktu, ternyata masyarakat juga iingin bergerak dan mengerjakan tugas di sawah lebih cepat sehingga penyimpangan tadi akhirnya dianggap positif bagi kehidupan masyarakat.
Nah, bagaimana dengan LGBT? Mengapa dianggap berperilaku menyimpang bagi masyarakat indonesia? hal ini sangat berkaitan dengan ajaran agama yang mayoritas dianut oleh masyarakat Indonesia. Agama Samawi yaitu islam dan Kristen sangat menentang terhadap ajaran yang berkaitan dengan LGBT.Â
Apalagi ending dari kedua agama ini selalu mengaitkan hukuman TUhan terhadap pelaku LGBT dengan kehancuran Sodom dan Gomora. Sementara ajaran agama lain setahuku tidak mengatur secara tegas terhadap perilaku seksual seperti ini. (mungkin yang tahu bisa komen di bawah untuk menambah informasi).
Padahal kalau melihat kultur sebelum menguatnya ajaran samawi, maka ada perilaku-perilaku LGBT yang biasa dilakukan oleh masyarakat dan diterima oleh masyarakat. Contohnya di Jawa Timur dulu ada tradisi gemblak, dimana dalam tradisi ini, para lelaki muda dipelihara oleh para warok di Ponorogo karena ada pantangan bagi para warok untuk tidak berhubungan seksual dengan wanita dalam menjaga kehebatan ilmunya.Â
Kemudian di Sulawesi kita juga mengenal dalam budaya zaman dulu terdapat 5 jenis kelamin, bukan 2 jenis kelamin seperti yang kita kenal selama ini. Ketiga jenis kelamin yang diluar pria dan wanita adalah calalai, calabai, dan bissu. Calalai secara lahir adalah perempuan namun sering mengambil peran seperti laki-laki. Sementara itu calabai adalah perilaku sebaliknya.
Nah, kembali lagi, karena LGBT dianggap sebuah perilaku menyimpang (padahal di Amerika sudah tidak dimasukkan lagi dalam perilaku menyimpang, sudah dianggap hal yang normal) maka tentu saja para pelaku akan melakukan banyak cara agar tetap dianggap normal dalam masyarakat. Cara paling gampang adalah dengan melakukan pernikahan untuk membuktikan bahwa dirinya tidak ada masalah secara seksual.Â
Apakah perilaku menyimpang kelak akan dianggap normal dalam masyarakat? Jawabannya bisa iya, bisa tidak. Sebuah perubahan sosial budaya itu ada faktor pendorong dan ada faktor penghambat. Faktor penghambat perubahan sosial budaya , dalam hal ini adalah LGBT adalah jika kehidupan agama dalam masyarakat indonesia semakin longgar.Â
Ingat, yang membuat LGBT sebagai perilaku menyimpang adalah karena kuatnya pemahaman agama bahwa LGBT itu adalah menyimpang. Namun, seiring berjalannya waktu, bisa jadi walau merupakan tetap dianggap perilaku menyimpang tetapi cara pandang masyarakat jauh lebih terbuka dibanding generasi sebelumnya.Â
Jadi tidak mendukung, namun juga tidak menentang. Namun, proses kea rah ini tentu sangat lambat dan susah. Hal ini berkaitan dengan dengan dasar ideologi indonesia yang menggunakan agama sebagai dasar dalam banyak hal.
Mungkin 30 sampai 50 tahun ke depan, populasi orang yang lebih tidak ambil pusing terhadap perilaku LGBT ini akan makin meluas karena pergaulan dengan berbagai budaya yang ada di dunia, maka gejala LGBT akan lebih diterima walau mungkin tetap akan dianggap sebuah penyimpangan.Â
Situasi akan berbeda jika kelak Indonesia bisa memisahkan diri antara agama dan negara seperti yang ada di negara-negara barat. Ingat, apa yang sekarang dianggap sebuah penyimpangan sosial, bisa jadi kelak di masa depan tidak lagi akan dianggap sebagai sebuah penyimpangan. Hal ini disebabkan norma yang berlaku dalam masyarakat juga bisa mengalami perubahan karena kesepakatan dalam masyarakat itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H