Mohon tunggu...
Asaf Yo
Asaf Yo Mohon Tunggu... Guru - mencoba menjadi cahaya

berbagi dan mencari pengetahuan. youtube: asaf yo dan instagram: asafgurusosial

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pernikahan sebagai Status dalam LGBT

17 Juli 2023   20:59 Diperbarui: 17 Juli 2023   20:59 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita yang sedang viral mengenai selebgram di Jawa timur yang menggugat cerai suaminya karena ketahuan selingkuh dengan sesama lelaki muncul selalu di youtube saya. Hmmmm , akhirnya karena terpancing maka saya putuskan untuk membuat tulisan mengenai hal itu. Saya bisa bayangkan rasa sakit hati dari si mbaknya karena dia diselingkuhi oleh suaminya. Sakit hatinya tentu dua kali lipat lebih besar karena selingkuhnya bukan dengan wanita lain, melainkan dengan sesama pria. Saya membayangkan kayak, percuma dandan mau secantik apapun kalau suaminya tidak selera dengan apem, seleranya dengan pisang ya hasilnya tetap percuma juga.

Siapa yang patut disalahkan mengenai hal ini? Dalam masyarakat indonesia, dimana perkawinan merupakan sebuah nilai sosial yang dianggap baik dan diatur dalam norma, tentu saja sebuah pernikahan harus dilakukan oleh segenap anggota masyarakat. Jika ada seseorang yang tidak melakukan ini, maka masyarakat berupaya agar perilaku yang dianggap menyimpang (tidak menikah) itu bisa sesuai dengan mengikuti nilai yang berlaku. Sekadar gossip, teguran, menjadi bahan omongan itu merupakan Tindakan dari masyarakat agar segenap anggota masyarakat akhirnya melakukan apa yang dianggap benar dan baik bagi masyarakat itu sendiri.

Akhirnya, bagi para pria dan wanita yang sejak awal mungkin tidak berpikir menikah memutuskan menikah untuk mendapatkan status dalam masyarakat. Masyarakat senang karena anggotanya mengikuti aturan, dan sang pelaku juga mendapatkan status di masyarakat. 

Semua diuntungkan. Masalahnya, saat mengikuti aturan yang berlaku dalam masyarakat, banyak pelaku LGBT yang tetap melakukan perilaku yang lama. Status sudah menikah justru menjadikan mereka menjadi lebih leluasa melakukan praktik LGBT. Misal, biasanya selalu berdua dengan sesama lelaki. Jika sebelumnya bisa menjadi perhatian masyarakat, maka sesudah menikah, masyarakat tidak akan berpikir macam-macam karena mengira yang pria/wanita itu manusia normal saja yang sedang jalan dengan teman sesama jenisnya.

Pernikahan juga bisa membuat status seseorang naik dari seorang lesbi atay gay menjadi seorang biseks. Kebetulan banyak baca kisah di Quora mengenai hal seperti ini, rata rata para suami yang ketahuan dia penyuka sesama jenis pasti ngakunya biseks, padahal hampir tidak pernah menyentuh istrinya. Status biseks kelihatan lebih baik daripada gay. Padahal kalau memang benar biseks, harusnya selingkuhnya random pria dan wanita, bukan pria semua. Harusnya nafsu sama istrinya bukan karena terpaksa HS dengan istri sebagai bentuk kewajiban.

Masyarakat selalu memberi label, kalau seseorang sudah menikah, maka tidak mungkin dia Gay atau lesbian, pasti dia biseks. Mana mungkin seorang gay bisa menikah dan memiliki anak. Pemikiran masyarakat awam begitu polos mengenai hal ini. 

Coba deh liat film film bokep. Dari semua film bokep yang pernah saya liat, pas awal awal, hampir semua lelakinya baik yang pro maupun yang amatir, tidak ada yang berdiri, pasti itu harus dirangsang dipegang dan dikocok agar bisa berdiri. Artinya, bukan seperti imajinasi masyarakat awam bahwa begitu liat  yang porno langsung ereksi. Tetap harus ada rangsangan agar bisa berdiri. Jadi, untuk bisa ereksi itu mudah banget, tidak harus melihat penyuka sejenis atau hetero. Kasus berbeda jika orang itu impoten. Kalau orang impoten, mau dia normal juga tetap tidak bisa berdiri. Nafsu tapi tidak bisa bikin adek berdiri. Hmmmm

Yang bisa menjawab seseorang itu biseks atau gay bukanlah masyarakat awam, tetapi dari orang itu sendiri. Menentukan biseks atau gay bukan sekadar sudah menikah atau belum menikah. Banyak malahan orang-orang yang saya tahu tidak ada masalah berkaitan dengan penyimpangan seksual tapi memutuskan tidak menikah tapi kena dampaknya. Hal ini karena pandangan masyarakat awam kalau tidak atau belum menikah di usia matang itu artinya mengalami penyimpangan seksual. 

Standar masyarakat dalam menentukan seseorang itu normal atau tidak hanya sebatas lembaga perkawinan saja.cara pandang ini perlu diubah. Justru masyarakat perlu lebih waspada dengan orang-orang yang sudah menikah tapi menunjukkan kondisi yang mencurigakan. Ada pria yang ngondek, tapi karena sudah menikah dan punya anak dianggap itu hanya perilaku saja , bukan ke nafsu seksual. Tapi kalau pria ngondek belum menikah langsung dihakimi pasti LGBT. Tidak adil banget kan.

Jadi ingat kisah beberapa orang yang mengatakan diri mereka biseks dan sudah menikah. Tapi di lain waktu mengatakan bahwa mereka tidak begitu terangsang melihat istrinya atau wanita. Mereka aktif secara seksual dengan banyak lelaki alias sejenis, tapi dengan lawan jenis hanya dengan istrinya dan itupun melakukan HS yang tidak rutin untuk ukuran suami istri. Tapi karena sudah menikah, dalam komunitasnya mengatakan dirinya biseksual, padahal mereka mengakui sendiri bahwa nafsu dengan laki-laki jauh lebih besar daripada wanita dan menikah hanyalah sebuah cara untuk memiliki keluarga dan anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun