Nah, biasanya sih, kalau ada yang mengirim pertemanan kepadaku, aku selalu melihat dulu profilnya.Â
Profilnya menggunakan foto asli atau tidak. Bagiku penting nih. Hanya karena di medsos, terus kita tidak tahu muka orang yang ingin berteman dengan kita, apakah fotonya sudah pasti mirip seperti di profil?
Belum tentu. Seringkali, foto profil justru foto lain, mungkin bukan seseorang, tapi bisa berupa benda atau pemandangan alam, yang jelas bukan foto dirinya, atau malah bisa jadi foto selebritis.Â
Jadi pertama-tama, saya akan melihat album fotonya, adakah foto-foto yang menunjukkan identitasnya. Jika tidak ada, maka biasanya saya langsung mengabaikan alias saya tolak pertemanannya.
Kemudian yang kedua, kalau misal ada foto, maka saya akan melihat bagaimana melihat isi bionya, apakah isi bionya kosong atau bionya diisi dengan tempat dia bekerja dan sejenisnya.Â
Kalau isi bio saja asal-asalan, maka saya ragu dan berpikir orang ini maunya apa ya sehingga mengisi bio seperti tidak niat begitu.Â
Bio bagi saya bertujuan untuk menunjukkan identitas diri kita. Lantas, apakah kita harus menuliskan bio secara lengkap sesuai realita kehidupan?Â
Ya tidak juga, saya tidak akan meminta sejauh itu juga. Tapi setidaknya isi bio itu bukan sesuatu yang mengada-ada. Misalnya tinggal di Jakarta bekerja sebagai wiraswasta atau bekerja di toko komputer atau tukar reparasi alias servis.Â
Bagi saya hal ini masih lebih baik daripada mengatakan tinggal di kairo Mesir dan bekerja sebagai pengangguran. Apaan sih ini, bener bener gak niat ngisi.
Kemudian saya akan melihat siapa mutual friend. Kalau ada mutual friend, maka setidaknya kita terhubung oleh orang-orang dengan kesamaan sesuatu, misalnya kesamaan dalam hal budaya atau hobi atau yang lain.Â
Adanya mutual friend ini tentu membuat hati menjadi lebih tenang karena kalau misal ada apa-apa, kita bisa langsung bertanya pada teman yang kita kenal, apakah mereka mengenal akun ABCDE.