Mohon tunggu...
Asaf Yo
Asaf Yo Mohon Tunggu... Guru - mencoba menjadi cahaya

berbagi dan mencari pengetahuan. youtube: asaf yo dan instagram: asafgurusosial

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Beberapa Masyarakat di Eropa yang Tidak Menggunakan Nama Keluarga

12 Juli 2021   15:03 Diperbarui: 12 Juli 2021   21:20 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita semua tahu bahwa umumnya berbagai bangsa di dunia memiliki nama keluarga sebagai penanda identitas mereka. 

Di Indonesia pun kita bisa menemukan berbagai suku tertentu yang menggunakan nama keluarga sebagai penanda, misalnya orang Batak, Manado, NTT, Maluku dan lain sebagainya. 

Hanya sedikit etnis yang tidak menggunakan nama keluarga dalam kehidupan sehari-hari , misalnya orang Jawa dan Sunda. 

Walau generasi modern sekarang, sudah mulai banyak orang Jawa dan Sunda yang mulai menggunakan nama belakang sebagai nama keluarga mereka, tapi mayoritas masih belum menggunakan cara seperti itu.

Hal ini membuat saya berpikir, apakah perilaku sosial seperti yang ditunjukkan oleh orang jawa ini juga ditemukan oleh kelompok-kelompok lain di luar Indonesia? 

Akhirnya saya mulai menggunakan mbah gugel untuk mencari tahu akan hal ini. Dan akhirnya jawabnya ya, memang ada masyarakat yang juga tidak menggunakan nama keluarga dalam identitas mereka. Setidaknya saya menemukan dua kelompok tersebut yaitu Islandia dan wilayah Balkan di Eropa.

Islandia mulai menjadi sorotan dari netijen dan saya sewaktu ada pertandingan sepakbola. Saya masih ingat dulu dalam benak saya, mengapa para pemain yang bertanding di piala eropa tahun 2016 hampir semua selalu berakhiran son. 

Seperti ada yang aneh dengan system penamaan seperti itu. Ternyata sistemnya seperti ini, anak laki-laki akan diberi nama belakang yang merupakan nama ayahnya dengan akhiran son, sementara anak perempuan akan diberi nama belakang ayahnya dan diberi imbuhan dottir.

Contoh dari nama ini adalah Gilfy Sigurdsson, nama ayahnya adalah Sigurdur Adalsteinsson. Kalau misalnya Sigurdur memiliki anak perempuan, misalnya Diberi nama Karolina, maka nama lengkapnya adalah Karolina Sigurdottir. 

Hal ini mengakibatkan di Islandia, nama depan yang justru menjadi identitas , bukan nama belakang seperti layaknya masyarakat di Eropa yang menggunakan nama keluarga. 

Nama ini pun tidak harus dari ayahnya. Dalam beberapa kasus juga ditemukan nama belakang yang diambil dari nama ibunya dan kemudian ditambahkan Son atau dottir. Hal ini disebabkan persamaan gender dan ada kebebasan untuk memilih.

Hal ini menjadi cukup unik, karena itu justru membuat diri mereka menjadi berbeda dengan masyarakat Eropa pada umumnya dan justru menjadi penanda ciri khas mereka. 

Walau mulai ada yang menggunakan nama keluarga, namun jumlahnya masih terbatas dengan mengikuti syarat dan ketentuan yang berlaku karena aturan penamaan di Islandia yang sangat ketat. 

Di Islandia, kita tidak bisa memberikan nama yang unik seperti yang kita temukan di Indonesia. Nama-nama yang diberikan harus disetujui oleh departemen yang terkait. 

Hal ini untuk mempertahankan agar nama-nama di Islandia tetap sesuai dengan bahasa Islandia. Misalnya Orangtua mau memberi nama Joko atau Tono  pasti tidak akan diijinkan karena tidak sesuai dengan bahasa Islandia.

Negara kedua yang juga tidak menggunakan nama keluarga adalah Kroasia. Penduduk Kroasia juga memiliki pola yang hampir sama dengan Penduduk di Islandia. 

Kalau Islandia menggunakan akhiran son untuk anak-anak lelaki mereka, maka Penduduk Kroasia menggunakan akhiran ic sebagai nama belakang mereka dengan didahului nama ayahnya. 

Hal ini menjadi perhatian netijen (termasuk saya) kala piala dunia 2018. Saat itu Kroasia mampu lolos ke final, dan kebetulan mayoritas pemainnya memiliki nama belakang  -ic yang tentu menjadi sorotan netijen dan akhirnya berusaha untuk mencari tahu akan hal tersebut.

DI Kroasia, system penamaan disebut dengan patronymic (dan juga matronimic, walau jarang). Misalnya Namanya adalah sergei filipovic (ini buatan saya ya, hehehe) artinya Sergei anak Filip. 

Jadi Filipovic ini bukanlah nama keluarga yang diwariskan secara turun temurun, namun nama ayah mereka. Dalam kasus-kasus tertentu, juga ditemukan anak-anak yang diberi nama dengan nama belakang dari nama ibunya. 

Namun secara kuantitas jumlahnya kecil. Selain dari nama ayah, maka pengambilan nama belakang juga bisa berasal dari jenis pekerjaan ayahnya, misalnya Ribar yang artinya nelayan, maka nama belakangnya menjadi ribarevic yang artinya John (misal) anak nelayan. 

Atau nama Kovac yang artinya pandai besi karena nama ayahnya memiliki profesi sebagai pandai besi. Nama belakangnya menadi Kovacic.

Dari berbagai hal itulah, yang menjadi keunikan beberapa etnis diluar jawa yang tidak menggunakan nama keluarga sebagai nama belakang. 

Namun, seperti halnya globalisasi, cepat atau lambat menurut saya keunikan ini akan sirna dengan sendirinya, apalagi kalau sudah terjadi kawin campur dengan kelompok lain yang mewajibkan adanya nama keluarga dalam system penamaan keturunan mereka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun