Postingan ini saya buat untuk berbagi rasa sakit akibat terkena penyakit saraf kejepit alias HNP.Postingan yang panjang, padahal sudah saya peras agar lebih ringkas lho, hehehe. Semoga bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang.
Saya mulai merasakan masalah dengan tulang belakang saya pada bulan Juli 2017. Saya mengira itu hanya sakit pinggang saja, mungkin kurang minum atau salah gerak. kebetulan waktu itu saya sedang suka sukanya bermain badminton, dalam seminggu bisa sampai 4-5 kali. bulan Juli Agustus saya ke faskes 1 , oleh dokter ya dikira hanya sakit pinggang biasa, maka selama sebulan saya bolak balik ke faskes 1 , selama 4 kali . selama itu saya masih melakukan badminton secar rutin dengan durasi yang sering lebih dari dua kali seminggu. Tiap nyeri datang (karena obat sudah hilang efek) maka tinggal minum obat pereda nyeriplus banyak air minum. Ya, saya mengira pinggang sakit karena kurangnya minum air putih.
Selama sebulan saya ke faskes I, karena saya tidak mengalami perbaikan maka di rujuk ke tingkat berikutnya yaitu ke dokter saraf di RS Bedah Surabaya. Saya dua kali ke RS bedah, selama dua minggu, namun sepertinya tidak ada perubahan, malah semakin menjadi. Jika sebelumnya hanya bagian pinggang, lama kelamaan menjalar ke bagian pantat dan sendi betis. Puncaknya pada hari sabtu (saya lupa tanggalnya) saya badminton. Sebelum badminton, saya minum obat pereda nyeri dulu, dan memang selama badminton gak sakit ,cuma terasa kaku bagian belakang (low back pain) dimana ini saya tahu kalau seandainya saya tidak minum obat pereda nyeri pasti sakit banget bagian yang kaku tadi.
Malamnya saya tidak bisa tidur nyenyak karena mulai merasakan sakit yang tidak seperti biasanya, sakit yang teramat sangat. Minggu pagi saya tidak bisa bangun dari tidur karena merasakan sakit yang luar biasa, untuk tidur saya tidak mampu, untuk berdiri saya tidak mampu, untuk melakukan aktivitas apapun saya tidak mampu. Saya hanya bisa berbaring saja. Obat pereda nyeri yang saya minum tidak mempan sama sekali. Hari senin, saya langsung ke RS Bedah karena saya tidak mampu lagi untuk bekerja (saya seorang guru) , saat itu juga saya langsung dilakukan MRI. Perlu diketahui, saya dari kost menuju ke RS dengan menahan sakit yang amat sangat. Saya menyeret kaki saya dan memaksa diri saya berjalan menuju ke poli saraf. Saat dilakukan MRI pun saya sangat tersiksa karena seluruh kaki saya sangat sakit. Suster suster di bagian itu bisa melihat bagaimana ekspresi saya yang menahan sakit dan hampir meneteskan air mata karena benar benar sangat kesakitan, tidak mampu berbuat apapun sementara saya sendirian di Surabaya.
Pemeriksaan itu tanggal 18 September, dan saya mengambil hasilnya beberapa hari kemudian namun jadwal untuk bertemu dokter sarafnya seminggu berikutnya karena dokternya tidak selalu ada tiap hari, hanya hari hari tertentu saja. Seminggu setelah itu saya bertemu dengan dokter saraf , dan beliau tidak menjelaskan apapun, hanya langsung merujuk saya untuk bertemu dengan dokter ahli saraf beberapa hari kemudian.
Akhir bulan September saya bertemu dengan dokter ahli saraf di RS Bedah Surabaya (saya lupa namanya) dan beliau langsung menjelaskan bla bla bla yang intinya cincin di tulang belakang saya pecah sehingga cairannya keluar dan menekan saraf. Solusinya hanyalah operasi, tidak dengan jalan yang lain. Fisioterapi menurut dokter tersebut tidak berguna. Jika setuju operasi maka dokter akan membuat rujukan untuk operasi di RSAL Surabaya. Saya menunda dulu.oh ya, dokter tidak menjelaskan secara detail masalahnya ada di bagian mana dari ruas tulang belakang itu, tapi saya mengartikan sendiri  dari dokumen hasil MRI kalau ada masalah di bagian L5S1 (kadang saya menyesal mengapa dokter tersebut tidak memberikan informasi secara detail mengenai masalah ini, cuma garis besar dan langsung vonis operasi, titik)
Perlu diketahui antara bulan Agustus September saya sudah diberitahu teman saya guru olahraga agar banyak renang. Saya pikir itu sudah saya lakukan karena saya sebelumnya memang rutin seminggu sekali renang sekitar 45 menit, Cuma tidak ada efeknya.
Begitu divonis operasi saya jujur kalut, karena saya baca baca tingkat keberhasilan operasi tidak tinggi, ada bekas yang pulihnya tidak akan sama seperti sebelumnya. Apalagi posisi saya di Surabaya sendirian, tidak ada sanak saudara. Sementara kalau mau operasi di Solo (asal saya) harus pindah faskes dulu. Belum lagi waktu pemulihan yang tidak sebentar menurut saya waktu itu (saya menggunakan jasa BPJS). Intinya situasi memaksa saya untuk tidak melakukan operasi.
Sya langsung mendapat rekomendasi dari teman saya untuk melakukan sport massage yang sering menangani atlit atlit cedera. Para ahli pijat ini sebenarnya adalah para guru guru olahraga yang juga melakukan pekerjaan part time sebagai terapis. Saya kesana selama dua minggu namun akhirnya saya hentikan karena selain biayanya mahal juga waktu lama (proses penyembuhan dengan cara seperti ini tidak bisa instan).
Selama saya pijat di sport message ini saya kembali di beritahu bahwa saya harus banyak renang dengan gaya bebas dan punggung untuk memulihkan tulang saya, karena percuma kalau sekedar mengandalkan terapi pijat. Proses pemulihan juga harus ada usaha dari saya sendiri. Selesai terapi sport massage memang lebih enakan, tapi ini hanya berlangsung sebentar, karena esok paginya akan kembali sakit parah seperti semula. Akhirnya saya beralih ke terapi akupuntur di daerahKrembangan. Saya terapi tujuh kali tiap 2/3 hari sekali. Selama saya terapi akupuntur itu, terapisnya kembali menganjurkan selain akupuntur harus banyak berenang dengan gaya bebas dan punggung agar tulang belakang menjadi lebih lurus. Menurut saya, terapi akupuntur ini juga tidak ada perubahan.
Saya sejak bulan September banyak banyak browsing di internet tentang apa itu HNP (Hernia Nukleus Pulposus), penyebabnya, bagaimana menyembuhkannya, dan lain sebagainya. Waktu longgar banyak saya pakai untuk membaca berbagai artikel tentang HNP. Salah satu artikel membahas kesembuhan seseorang melalui pengobatan alternative di Sidoarjo. Saya pun segera kesana untuk melakukan pengobatan dan saya memilih di hari Sabtu. Antriannya cukup banyak, terapinya gak sampai 15 menit, tapi keesokan harinya saya tidak juga membaik seperti testimony orang yang saya baca di internet. Bukan berarti itu bohongan lho, tapi saya percaya, kesembuhan orang beda beda, kalau si A cocok dengan cara itu, belum tentu si B cocok dengan cara yang sama alias semuanya itu cocok cocokan.