Hal paling menyebalkan adalah adanya sosok sosok yang memanfaatkan keluguan dari Manjhi. Pada masa kampanye politik Indira Gandhi di tahun 1970an, orang-orang tersebut (salah satunya adalah kepala desa, anak dari tuan tanah di Desa Gehlore ) menggunakan cap jempol Manjhi untuk menipu pemerintah dengan alasan membuat jalan membelah bukit yang menelan biaya 2 juta rupee. Manjhi dengan lugu memberikan cap jempol nya dengan pikiran bahwa kepala desa benar benar akan membantunya untuk mendapatkan dana karena sudah membelah gunung. Saat Manjhi mengetahui kecurangan itu dan menuntut keadilan, dia terusir dan memaksa dia pergi ke New Delhi untuk meminta keadilan.
Saat dia kembali dari New Delhi dengan kecewa maka semangatnya kembali meningkat karena penduduk desa mulai membantunya melihat usahanya yang sudah cukup berhasil. Tapi lagi lagi si kepala desa yang licik melaporkan kepada otoritas terkait bahwa Manjhi mencuri batu dan menjual untuk kepentingannya. Saya betul betul gemas melihat kepala desa ini.Â
Hal ini membuat Manjhi akhirnya dipenjara. Dengan bantuan jurnalis yang meliput berita itu (sang jurnalis sudah mengenal Manjhi sejak awal manjhi mulai membelah gunung) dan penduduk desa, akhirnya Manjhi bisa terbebas dari penjara. Manjhi akhirnya meninggal di usia 73 tahun pada 2007 karena kanker kandung kemih. Di Tahun 2011 akhirnya Pemerintah India membangun jalan utama di kawasan itu.Â
Film ini hampir tidak ada lagu lagu, kalaupun ada lagu, itu benar benar bisa menyatu. Jadi kalau nonton film India jangan dipikir semua akan ada lagu dan tarian yang tidak tahu waktu. Film ini mampu menempatkan lagu dengan situasi yang tepat.
Saya suka adegan saat Paguniya dan Manjhi melakukan kawin lari. Sebelum pergi dari rumah, Paguniya membawa replica murahan Taj mahal pemberian manjhi. Hal yang menurut saya secara simbolis menunjukkan harapan Paguniya akan Manjhi sebagai suaminya kelak, mengingat dia berani menentang keluarganya dan melarikan diri bersama manjhi.Â
Film ini mengajarkan pada saya bahwa untuk berbuat baik itu harus diiringi dengan kepandaian. Bukan sekadar semangat. Setidaknya kita harus memahami aturan, dan tidak buta huruf tentunya. Kita harus memahami dengan siapa kita melakukan kebaikan agar pekerjaan kita tidak menjadi sia-sia. Sama seperti Manjhi yang justru dimanfaatkan oleh Pria kasta atas di desanya untuk keuntungan pribadi.Â
Begitu juga saat dia ke New Delhi dengan berjalan kaki yang memunculkan empati bagi banyak orang sehingga mereka ikut jalan kaki menuju istana negara.Kelompok yang mengiringi makin lama makin banyak dan digunakan oleh kelompok politik tertentu untuk kepentingan mereka sehingga terjadi kerusuhan di depan istana negara. Bukankah sebenarnya di negara kita pun ada banyak anak bangsa yang mencoba berjuang untuk hal hal baik tapi akhirnya jatuh oleh para politisi yang tidak segolongan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H