Menonton film mata batin ini saya kepikiran satu hal tentang persaingan film Indonesia dengan film asing. Hmmm, banyak dari teman yang mengatakan film Indonesia tidak terlalu bagus dibanding film Hollywwod. Hal ini tidak bisa disalahkan.
Film Hollywood menggelontorkan dana lebih dari satu juta dollar. Itu untuk fim-film kelas bawah, katakanlah kurs 13 ribu untuk satu dollar, maka dana yang dkeluarkan sudah 13 miliar rupiah hanya untuk film biasa. Itu untuk film yang ala kadarnya menurut saya dengan bintang bintang yang tidak ternama, bagaimana dengan film-film berbudget besar, bisa puluhan juta bahkan ratusan juta dollar.
Mari kita bandingkan dengan film lokal Indonesia. Untuk bisa menembus jumlah satu juta penonton saja sulit sekali. Sampai bulan desember ini saja, berdasarkan data dari filmindonesia.or.id  hanya tujuh film yang mampu menembus satu juta penonton. Katakanlah tiket bioskop 30 ribu, maka itu untuk sekedar box office di Indonesia dengan satu juta penonton saja hanya bisa mendapatkan pendapatan kotor 30 miliar atau kurang dari lima juta US dollar. Sangat tidak sebanding dengan film Amerika.
Melihat begitu besar perbandingan budgetnya, maka kita tidak bisa membandingkan film tanah air dengan film Amerika, apalagi film yang mengandalkan teknik animasi CGI, jelas Indonesia masih level bawah sekali menurut saya. Sineas harus mampu merebut hati penonton dengan cara lain, tidak mengandalkan film-film animasi berbiaya besar.
Bagaimana dengan peran pemerintah? Hmmm, saya sedang berpikir andaikan saja pemerintah membuat kebijakan yang pro terhadap film dalam negeri, maka film lokal pasti bisa bertumbuh lebih lagi. Kalau boleh saya usul, pemerintah membuat kebijakan untuk memberikan harga tiket yang berbeda antara film lokal dengan film asing.Â
Misal harga tiket bioskop untuk film adalah 30ribu, maka untuk film asing itu 40 ribu, atau 35 ribu. Hmmmm dengan harga tiket yang lebih murah, menurut saya peluang untuk menarik penonton akan jauh lebih tinggi daripada kalau harga di buat sama. Realistis aja, dengan harga yang sama, tapi mendapatkan tontonan yang lebih baik, kenapa harus membuang uang untuk nonton film yang menurut sebagian orang masih dibawah standar.
Hal yang kedua, menurut saya masalah pajak, menurut saya yang awam tentang pajak pajak film ini, maka pajak untuk film lokal harusnya diturunkan, sehingga industri bisa bertumbuh, pembuat film tidak akan terlalu pusing kala membayangkan berapa uang yang masuk dan berapa pajak yang harus dibayarkan.
Hal ketiga, mungkin nih, pemerintah membuat suatu gedung teater di tiap kota besar setidaknya ada gedung bioskop yang dibiayai oleh pemerintah. Gedung bioskop ini hanya untuk memutar film-film nasional saja. Mengapa ini menjadi sangat penting karena jumlah layar di Indonesia hanya 1200an layar, sangat jauh berbeda dengan Tiongkok yang memiliki 90 ribu layar dan di India selatan hanya 4000an layar untuk satu perusahaan saja.Â
Dengan komposisi ini jelas sekali negara kita sangat tertinggal dengan julmlah layar dibandingkan dengan besarnya jumlah penduduk. Mengharapkan swasta untuk menambah layar juga tentu sukar, maka peran pemerintah yang menambah layar tentu lebih realistis, setidaknya pemerintah tidak terlalu memikirkan untung ruginya gimana sih, hehehehe
Hal keempat yaitu membatasi masuknya film impor. Saya pernah baca di Tiongkok film asing sangat dibatasi dengan tujuan film lokal bisa berkembang pesat. Kalaupun film dari Hollywood bisa menembus pasar Tiongkok, maka mereka menggunakan artis dari Tiongkok sebagai salah satu syarat film asing bisa menembus pasar Tiongkok. Nah, karena film kita jelas kalah modal dan teknologi disbanding film asing, maka pembatasan ini tentu perlu. Kalau semua diserahkan ke pasar, yah film lokal akan sukar berkembang. Saya saja akan lebih memilih film Disney daripada film Indonesia yang gak jelas hehehehe.
Dengan berbagai kebijakan seperti ini setidaknya industri film lokal akan terus bertumbuh lebih baik lagi. Tinggal tunggu kebijakan pemerintah ke depannya seperti apa. Jayalah film Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H