Mohon tunggu...
Asaf Yo
Asaf Yo Mohon Tunggu... Guru - mencoba menjadi cahaya

berbagi dan mencari pengetahuan. youtube: asaf yo dan instagram: asafgurusosial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pro Kontra Mengenai Sejarah Sriwijaya

22 Maret 2015   03:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:18 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul buku: Sriwijaya

Pengarang: Slamet Muljana

Penerbit: Lkis Yogyakarta

Tahun terbit: Cetakan 1 Februari 2006

Tebal halaman: 306 halaman

[caption id="attachment_356787" align="aligncenter" width="150" caption="goodreads.com"][/caption]

Buku ini memang berjudul Sriwijaya, tapi di dalamnya tidak sekedar menceritakan tentang Sriwijaya namun juga wilayah wilayah lain yang terkait dengan Sriwijaya. Saya tertarik membaca buku ini juga karena kebetulan saya mngajar materi tentang Sriwijaya sehingga saya tertarik dengan judulnya. Awalnya saya akan membaca sejarah Sriwijaya secara runtut, ternyata tidak seperti yang saya bayangkan. Buku ini berisi tentang Sriwijaya dari berbagai pendapat para ahli yang saling bertentangan, jadi tidak pendapat umum seperti layaknya buku pelajaran yang biasa kita baca sehingga akan susah untuk mencerna isi buku ini. Apalagi isi pendapat para ahli sangat bertentangan satu dengan yang lain dengan dasar dasar teori yang dimiliki, atau bisa jadi pendapat seorang pakar dalam kurun waktu tertentu akan mengalami perubahan 10 tahun kemudian berikutnya, sehingga membuat kita sebagai pembaca harus cermat datanya seperti apa. Para ahli yang digunakan untuk menjelaskan data tentang sriwijaya dalam buku ini cukup banyak, mulai dari De Casparis, Krom, Moens, Majumdar, Nilakanta Santri serta Takasusu. Karena banyaknya pendapat pakar yang dibahas dalam buku ini walau sang penulis memberikan kesimpulan pendapatnya sendiri, pembaca awam bisa jadi akan bingung dan kaget karena pendapat para ahli tersebut sangat berbeda dengan keyakinan yang sudah kita percayai selama ini. Hal ini bukanlah suatu hal yang mengejutkan karena sejarah di buat tentu saja disesuaikan demi kepentingan penguasa dan pemerintah suatu bangsa, maka kebenaran sejarah sendiri bisa jadi akan subjektif. Tapi kita membaca ini hanya untuk menambah wawasan saja, bukan untuk memercayai. Saya sebagai guru menggunakan acuan dari pemerintah yang pasti sudah memertimbangkan baik buruknya menggunakan salah satu teori yang digunakan serta kebenaran teori tersebut.

Ada ahli yang mengatakan ada hubungan yang kuat antara Sriwijaya dengan Jawa, dimana ada pemerintahan Jawa di Sumatra atau sebaliknya, tergantung cara pandang. Begitu juga ada di buku buku sejarah yang sudah kita gunakan dituliskan bagamana hubungan antara Samaratungga, Balapuetra Dewa dengan Pramodhawardhani. Buku yang kita gunakan memercayai bahwa Balaputradewa merupakan adik dari Pramodhawardhani dan berbebut kekuasaan, sementara ada ahli yang menyatakan , termasuk penulis yang percaya bahwa mereka bukan kakak beradik melainkan Balaputradewa merupakan adik dari Samaratungga yang memiliki hak lebih mengingat Samaratungga tidak memliki anak laki laki.

Buku ini menjelaskan kenapa satu pakar mengungkapkan data yang sangat berbeda, karena penerjemahan piagam atau prasasti juga memiliki tafsiran yang berbeda. Satu kata dalam bahasa Sansekerta bisa memiliki banyak tafsiran. Ada ahli ahli yang percaya bahwa sejak awal dinasti Sanjaya dan Sailendra yag berkuasa di Jawa kuno itu merupakan dua dinasti yang berbeda, dimana Sailendra berasal dari Sumatra, sementara ada ahli (yang kebetulan kita gunakan dalam pembelajaran sejarah Indonesia versi pemerintah) menyatakan Sailendra dan Sanjaya merupakan satu dinasti yang kemudian pecah karena keturunannya ada yang pindah agama sehingga pecah menjadi Dinasti Sanjaya yang Beragama Hindu dan Sailendra yang beragama Buddha.

Hal yang sama juga berlaku untuk kerajaan Holing, Dimana menurut banyak ahli, Holing tidak di Jawa melainkan di Kalimantan disertai bukti bukti dan toponimi (nama) suatu daerah, sementara keyakinan yang sudah kita terima karena berasal dari buku buku pelajaran versi pemerintah mengatakan Holing merupakan suatu kerajaan yang terletak di jawa dengan nama Kalingga.Awal membaca buku ini saya langsung pusing karena isi dari buku ini sangat berbeda dengan isi buku buku pelajaran sejarah yang saya pelajari, tapi berangkat bahwa kurikulum yang digunakan oleh pemerintah mengacu pada satu kebenaran, maka saya percaya dan mengikuti acuan dari pemerintah.

Memang itulah yang ditawarkan dalam buku ini. Buku ini ditulis untuk menguji akurasi akurasi penemuan sebelumnya mengenai Sejarah Sriwijaya. Pendapat para ahli diuji apakah benar alasan yang dikemukakan, dan data data yang digunakan adalah dari prasasti prasasti asli dan juga berita berita dari Tiongkok. Kembali lagi, buku ini hanya untuk memberikan penemuan baru, bukan merupakan acuan resmi versi pemerintah, karena memang isi nya akan sangat jauh berbeda dengan apa yang kita percaya selama ini karena didapatkan dari pembelajaran di sekolah. Buku ini cocok untuk dibaca bagi yang ingin menganalisis, kalau bagi yang ingin membaca sejarah lengkap tanpa perlu membandingkan satu teori dengan teori lain, maka buku ini bisa jadi akan sangat berat karena kita harus banyak berpikir juga, hehehe.

Buku initerbagi menjadi Sembilan bab. Bab satu menjelaskan tentang penulisan sejarah sriwijaya dan data yang digunakan oleh para ahli mengenai Sriwijaya. Bab dua menjelaskan tentang I Tsing , latar belakang hidupnya sewaktu di Tiongkok dan juga pendidikannya, perjalanannya hingga sampai India.

Bab tiga menjelaskan tentang tempat tempat yang didatangi oleh I TSing, dan penafsiran tempat tersebut oleh para ahli semacam Krom, Majumdar, Coedes, dll. Ada Sembilan Negara besar yang didatangi I Tsing berdasarkan dua bukunya yang oleh penulis disingkat menjadi record dan memoire. Kerajaan Tersebut adalah Lo Jeng Kuo, Kha Cha, Mo Lo Yeu, Shih li fo shih, Mo Lo Sin, Ho Ling, Po li, Tan tan, Pen pen atau pan pan, dan Fo shih pu lo, A-shan, dan Lang ya hsiu, To ho lo po ti.

Bab 4 menjelaskan pusat kerajaan Sriwijaya, dimana para ahli berbeda pendapat mengeni pusat Sriwijaya dengan menggunakan data data yang mereka percaya. Penulis menjelaskan satu tokoh mengatakan pusatnya di Jambi dengan argument argumennya, begitu juga di Palembang lengkap dengan argument argumennya, bahkan ada yang mengatakan pusat di Malaka lengkap dengan argument argument yang cukup memberikan wawasan bagi kita mengenai silang karut pendapat para ahli.Argument tidak hanya berdasarkan toponimi, tapi juga keadaan alam dan geomorfologi wilayah tersebut pada masa tersebut yang sangat berbeda. Misalnya pada masa itu daerah Kepulauan Riau itu menyatu dengan Semenanjung, sehingga posisi Palembang menjadi strategis, begitu juga posisi Palembang saat itu tidak seperti sekarang, tapi sangat dekat dengan Pantai, karena proses pengendapan yang terus menerus sehingga lokasi Palembang sekarang begitu masuk ke pedalaman. Sangat berbeda dengan kondisinya 1000 tahun yang lalu. Jika orang awam melihat situasi dulu dianggap sama seperti sekarang mungkin akan bertanya Tanya kenapa Palembang bisa jadi pusat pelabuhan padahal lokasinya jauh dari pantai. Itulah pentingnya mempelajari Sejarah harus membutuhkan ilmu bantu lain semacam geografi dan geomorfologi.

Bab lima menjelaskan hubungan antara Sriwijaya dengan semenanjung. Itu semua juga dilihat berdasarkan prasasti yang ada, misalnya Prasasti Ligor, sehingga Coedes membuat suatu teori bahwa pada masa itu ada dua raja Sriwijaya, namun teori ini memiliki kelemahan sehingga tidak digunakan lagi. Menjelaskan juga hubungan antara Sriwijaya dengan Sailendra.

Bab enam menjelaskan mengenai Raja Sailendra di Jawa tengah. Bab ini menjelaskan hubungan antara Sailendra yang ada di Jawa dengan yang ada di Sumatra, karena berdasarkan prasasti yang ditemukan, di Sumatra juga ditemukan kata kata sailendra, walau sedikit berbeda huruf. Begitu juga nama raja raja yang dimuat dalam prasasti Kedu dilihat secara detail, kenapa ada yang menggunakan nama pribadi, ada yang menggunakan nama rakai diikuti tempat. Itu di amati dengan baik. Termasuk penyebutan poh pitu sebagai pusat, yang diduga ada nama raja raja lain yang tidak dimasukkan karena tidak berkuasa di Poh Pitu, melainkan d tempat lain. Bab ini juga menafsirkan asal usul Sanjaya yang diduga dari India karena kata kunjarakunya itu nama daerah di India selatan berdasarkan Prasasti Canggal. Prasasti Kalasan juga mendapatkan sorotan dan dijadikan pegangan kenapa Sailendra itu pendatang dari Sumatra, karena isi dari prasasti menjelaskan permintaan Guru Raja sailendra kepada Panangkaran untuk membangun candi. Permintaan Guru Raja Sailendra mengindikasikan bahwa saat itu ada Raja Sailendra yang terpisah dengan Panangkaran, sehingga Panangkaran merupakan raja bawahan Sailendra, bukan bagian dari Sailendra seperti yang kita percaya selama ini. Begitu juga pengamatan berdasarkan prasasti Kelurak yang menjelaskan posisi Daranindra dan Prasasti Karang Tengah yang menjelaskan posisi Samaratungga. Prasasti Sri Kahulunan juga diamati karena menjelaskan posisi Pramodawardhani di Jawa kuno.Posisi candi Borobudur juga dijelaskan dengan mengacu pada kata kamulan Bhumi sambara, dijelaskan dengan ringkas kenapa yang dimaksud dengan hal tersebut adalah Borobudur. Bab ini juga menejlaskan bahwa Samaratungga bernama lain Rakai Garung yang ada di Prasasti Kedu, sangat berbeda dengan yang kita percayai bahwa prasasti kedu hanya berisi raja raja Sanjaya beragama hindu, sementara raja raja beragama budha memiliki dinastinya sendiri.

Bab 7 menjelaskan mengenai Sriwijaya yang berada di bawah kekuasaan Raja Sailendra. Hal ini diamati berdasarkan prasasti Nalanda dan tafsian Prasasti Nalanda yang berbeda antara para ahli. Ada ahli yang menghubungkan Samaratungga dengan Samaragwira , tetapi ada ahli lain yang menyatakan bahwa dua nama tersebut merupakan dua pribadi yang berbeda, padahal itu merupakan salah satu kunci untuk mengetahui hubungan antara Sriwijaya dengan Sailendra di Jawa. Kita hanya mengetahui berdasarkan sejarah umum di buku pelajaran bahwa Balapuetradewa setelah kalah perang dengan Rakai pikatan melarikan diri ke Sriwijaya dan menjadi raja di sana, walau dia keturunan Sailendra di Jawa. Namun di bab ini dijelaskan dengan baik argument argument yang digunakan oleh para ahli sehingga menolak pendapat tersebut . di bab ini juga dimunculkan diagram silsilah keluarga Sailendrawangsa menurut Bosch yang memiliki hubungan antara Sriwijaya dengan Jawa kuno. Sementara penulis juga membuat diagram nama raja raja Jawa tengah beserta nama pribadi, nama rakai dan nama abisekanya (hal 243).

Bab 8 menjelaskan mengenai kerajaan San fo tsi. Pendapat umum yang sudah diterima menyatakan san fo tsi merupakan nama lain dari Sriwijaya. Bab ini mejelaskan pro dan kontra dari para ahli mengenai penggunaan nama san fo tsi dengan dengan Sriwijaya dengan dasar dasar argument mereka.

Sementara bab Sembilan menjelaskan tentang keruntuhan dari Sriwijaya. Hal ini dilihat dari piagam atau prasasti yang ditemukan dimana melayu yang sebelumnya berada di bawah Sriwijaya menjadi merdeka lagi, bahkan menguasai Sriwijaya misalnya dalam Piagam Kanton. Jauh sebelumnya Sriwijaya berada di bawah Colamandala yang mengembangkan politik ekspansi di bawah pimpinan dari Rajendra Cola, dimana raja Rajendracola akhirnya menjadi raja sriwijaya walau dia berada di India. Hal terakhir dari bab ini adalah bagaimana Raja Sriwijaya berusaha untuk mendapatkan pengakuan dari Tiongkok namun dalam perjalanan di tangkap oleh tentara Jawa yang kebetulan saat itu adalah kerajaan Majapahit.

Sungguh menarik membaca buku ini karena memberikan wawasan lebih mengenai Sriwijaya, para ahli sejarah begitu cermat dengan kata kata yang digunakan baik dalam bahsa sansekerta maupun bahasa Tionghoa mengingat bahasa Tionghoa yang digunakan pada masa dulu berbeda dengan bahasa sekarang. Berita Tiongkok juga masih sangat kabur, apalagi penunjukan tempat dari I Tsing yang hanya berdasarkan bayang bayang matahari dan lokasi berdasarkan jarak tempuh jika angin baik. Nama nama kerajaan juga banyak yang sudah tidak ditemui sekarang, hanya berusaha mencari kemiripan nama dengan yang sekarang. Nama nama kerajaan yang sekarang masih samar. Walau begitu pengetahuan mengenai Sriwijaya menjadi penting karena sejarah Sriwijaya mengingatkan bangsa ndonesia kepada suatu zaman gemilang yang sudah silam dan mendorong bangsa Indonesia untuk memiliki kebanggaan terhadap bangsa dan Negara. Akhir kata, selamat membaca buku ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun