Mohon tunggu...
Juan Ardya Guardiola
Juan Ardya Guardiola Mohon Tunggu... Mahasiswa - pelaut handal

Life goes on pakcik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kita Satu Tapi Tak Menyatu

31 Desember 2021   20:20 Diperbarui: 31 Desember 2021   20:22 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            Terkadang, cinta terdengar klise bagi sebagian orang. Tak sedikit juga yang mengatakan bahwa cinta itu menyedihkan. Mungkin, karena cinta mengingatkan kita pada kisah yang berujung dengan perpisahan. Meskipun begitu, kita selalu memiliki keinginan untuk memulai sebuah hubungan romantis. Didasari oleh perasaan suka dan penasaran, yang nantinya rasa itu akan tumbuh menjadi sebuah cinta dan kasih. Namun, jika cinta berujung dengan perpisahan, maka aku semakin penasaran dengan seberapa lama cinta ini akan bertahan...

            Suara alarm yang berbunyi sangat nyaring telah membangunkanku dari tidurku yang pulas. Pagi itu, adalah hari pertama aku masuk sekolah setelah sekian lama menikmati libur akhir pekan yang cukup panjang. Setelah beberapa saat, aku bersiap untuk berangkat ke sekolah sembari memanaskan sepeda motor kesayanganku. Tak lupa, aku berpamitan dengan mamaku yang ada di ruang tengah.

"Mah, aku berangkat dulu ya."

"Len, sini sarapan dulu biar perutnya keisi," ujar mama.

"Ah, engga deh udah kenyang," jawabku sambil bercanda.

"Kamu ya! Awas nanti kalo kamu pingsan dijalan, biar diangkut sama petugas kebersihan."

"Hahaha, mama bisa aja."

"Yaudah, kamu hati-hati di jalan. Titip salam juga buat Alea ya, mama udah lama gak ketemu dia."

"Iya-iya, aku berangkat dulu."

            Alea adalah pacarku. Kami telah memulai hubungan romantis ini sejak duduk di bangku SMP. Tak terasa, sudah selama ini kami berpacaran hingga sebentar lagi kami akan lulus dari SMA. Hari-hari kami lalui dengan suka dan duka. Banyak kenangan indah terukir dalam hubungan kami. Karena kami masih remaja, tak jarang juga kami berpikiran untuk berpisah. Tapi, kami juga merasa bahagia menjalani hubungan ini karena orang tua masing-masing dari kami juga mendukung hubungan ini.

            Hari itu dengan penuh semangat aku berangkat ke sekolah. Sembari mengendarai sepeda motor, aku membayangkan betapa senangnya nanti ketika bertemu dengan Alea dan juga teman-temanku. Udara yang sejuk membuat perjalanan terasa begitu cepat berlalu. Setiba di sekolah, aku langsung memarkirkan sepeda motorku dan berjalan menuju ke kelasku. Ketika sedang berjalan melewati halaman sekolah, tiba-tiba ada yang merangkul pundakku dari belakang.

            "Woi, kemana aja lu. Selama liburan gak pernah kumpul ke base camp," teriak Nizam.

            Aku terdiam karena dia mengagetkanku

            "Ye, ditanyain malah diem aja. Yaudah kuy ke kelas."

            Nizam adalah salah satu sahabatku yang mempunyai wajah biasa saja namun memiliki banyak pengagum rahasia di sekolah. Aku pun bingung, entah apa kelebihan yang dimilikinya sehingga membuat dirinya dikagumi oleh banyak siswi di sekolah. Mungkin. karena dia merupakan ketua ekskul basket. Namun, meski begitu, dia adalah sahabat yang selalu ada untuk membantuku ketika suka maupun duka.

            Langkahku semakin dekat dan seketika ku buka pintu kelas, aku dan Nizam terkejut karena belum ada satupun temanku yang datang. Aku langsung meminta Nizam untuk menghubungi teman yang lain. Tak lama, salah satu teman kami yang bernama Okla, mengangkat panggilan tersebut.

            "Halo?"

            "Lu pada dimana?! ini kelas sepi banget udah kayak kuburan," tanya Nizam.

            "Lah, lu gak baca chat di grup? Kita kan kumpul dulu di warung belakang." Jawab Okla

            "Yeu, gak bilang kambing."

            "Lu yang dongo, bukanya buka hp dulu malah langsung berangkat."

            "Yaudah, tungguin! gue sama Valen ke situ." Tutup Nizam.

            Setelah mendapat kabar bahwa teman-teman kami berada di warung belakang sekolah. Tanpa berpikir panjang, kami berdua langsung bergegas menuju ke tempat itu.

***

            Pukul 06.15 kami tiba di warung belakang tempat biasa teman-teman kami berkumpul. Di tempat itu, ada Dhito, Mamet, Aldo, Gibran dan tentunya Okla yang telah menunggu kami. Seketika mereka melihat kami, mereka langsung menyapa dengan gembira. Sebelum duduk, aku tak lupa untuk memesan menu favoritku di warung ini, yaitu kopi hitam ditambah dengan susu kental manis buatan Pakde Aji. Kemudian, aku dan teman-temanku mulai berbincang tentang masa-masa liburan sambil bersenda gurau di warung itu.

            Waktu berlalu, hingga jarum jam menunjukkan pukul 06.40 yang mana kami telah terlambat sepuluh menit untuk masuk ke sekolah. Dalam situasi panik, sepintas aku melihat mobil Alea melewati depan warung. Mendadak, mobil tersebut terhenti dan pintu mulai terbuka. Dengan wajah cantiknya, Alea turun dari mobil lalu berteriak.

"Valen!" Panggil Alea.

Aku pun berlari menghampirinya dan berkata.

"Alea, kamu telat juga?"

"Iya, tadi jalanan macet banget. Kamu kok masih disini?"

"Tadi Aldo ngajakin nongkrong dulu, jadinya telat deh," jawabku sambil menyeringai.

"Ah, kamu, alesan aja."

"Kita berangkat bareng yuk, naik mobil aku. Sekalian kamu ajakin temen-temen kamu."

"Jangan, nanti penuh kalo ada tem---"

"Boleh Alea," sahut Okla dari belakang.

"Valen mah suka gitu, kalo ada pacar, temen dilupain." Tambahnya.

"Bukan gitu," jawabku sambil menahan emosi.

"Yaudah buruan ayo naik." Ajak Alea.

            Hari itu kami datang terlambat. Dengan rasa malu, kami dihukum oleh Pak Kunto dan diperintahkan untuk membersihkan ruangan-ruangan yang ada di sekolah. Aku, Nizam, dan Alea mendapat hukuman untuk membersihkan ruang guru. Aldo, Gibran, dan Okla mendapat hukuman untuk membersihkan ruang praktik. Sedangkan, Dhito dan Mamet mendapat hukuman untuk membersihkan ruang perpustakaan. Kami pun berpisah menuju ruangan masing-masing sambil membawa sapu.

            Di ruang guru, aku dan Alea menjadi bahan perbincangan para guru. Begitu pun dengan Nizam.

"Hadeh, baru juga masuk, udah jadi langganan telat." Ujar Pak Yusuf.

"Mau jadi apa kamu, nak." Tambah Bu Dewi.

"Sebenarnya, kami tuh sengaja telat bu, kan kalo kami sapu ruang guru jadi bersih," jawabku sambil bercanda.

"Valen, gak usah ngejawab kalo dibilangin. Kamu mau bersihin lapangan?!" Tegas Pak Kunto.

"Engga pak, hehe."

"Tapi muridnya Pak Hassan ini udah kayak biji loh, kemana-mana selalu berdua dari kelas satu." Canda Pak Edi.

"Biji..? Biji apa pak, maksudnya?" Tanya Pak Hassan.

Pak Edi hanya membalas dengan tertawa.

"Aduh, anakku sayang, kenapa kamu ikut-ikutan kena hukum sih,"

 "Makannya jangan main sama Valen, nanti kamu ikut-ikutan gak bener." Ujar Bu Novi kepada Nizam.

"Jangan salah bu, murid saya Valen ini berprestasi loh di kelasnya." Tutur Pak Hassan.

Aku langsung berlagak keren di depan Bu Novi setelah mendengar perkataan Pak Hassan.

            Tiga puluh menit telah berlalu. Setelah kami selesai membersihkan ruang guru, kami bertiga langsung masuk ke kelas kami masing-masing. Aku dan Nizam menuju kelas XII IPS 1, sedangkan Alea menuju ke kelasnya yaitu XII IPA 2. Sesampainya di kelas, tampaknya teman kami yang lain sudah terlebih dahulu berada di kelas. Hari itu bu guru tidak membawakan materi, namun meminta kepada murid-murid untuk bercerita semasa liburan. Jadi, satu-persatu dari kami mulai bercerita tentang liburan kami selama akhir pekan.

***

            Sebelum aku berangkat sekolah, Alea telah meminta ku untuk pulang bersama ketika kegiatan sekolah telah selesai. Aku mengiyakan permintaannya itu. Namun, ketika sudah sampai di sekolah, aku lupa akan hal itu. Jarum jam telah menunjukkan pukul 11.59 dan sebentar lagi bel sekolah akan berbunyi. Semua murid sedang bersiap untuk pulang. Aldo dan kawan-kawan mengajak ku untuk bermain di rumah Okla. Tanpa berpikir panjang, aku menyetujui hal tersebut.

            Sembari menutup kegiatan belajar mengajar, bu guru menunjukku untuk menutup dalam doa. Setelah itu, kami bergegas ke parkiran sekolah untuk mengambil sepeda motor. Sesaat aku menyalakan sepeda motor, aku teringat bahwa aku telah berjanji kepada Alea untuk pulang bersamanya. Namun di sisi lain, aku akan bermain dengan teman-temanku di rumah Okla. Saat itu, aku bergumul dengan diriku sendiri. Keinginan hati ingin pulang bersama Alea, namun logika berkata lain. Aku berpikir bahwa pulang bersama Alea bisa dilakukan di hari yang akan datang. Oleh karena itu, aku langsung memberikan pesan kepada Alea bahwa aku akan bermain bersama temanku dan meminta maaf karena tidak mengantarnya pulang ke rumah.

            Terik matahari yang menyengat membuat cuaca terasa sangat panas. Aku dan teman-temanku segera menuju gerbang sekolah. Nampaknya, Alea telah menungguku di depan pintu gerbang. Karena sedang melamun, aku tidak menghiraukannya dan melewatinya begitu saja. Sontak, Alea dibuat bingung dengan sikapku. Karena dia bingung, dirinya langsung membuka handphonenya untuk menghubungiku. Namun, pada saat dia melihat dan membaca pesan yang telah ku kirim beberapa saat yang lalu. Seketika dia kecewa dengan keputusanku. Alea berpikir bahwa aku lebih mementingkan teman-temanku dibandingkan dirinya. Setelah tau bahwa aku telah meninggalkan dirinya, Alea langsung memanggil sopir pribadinya untuk menjemputnya.

            Siang menjelang petang, aku dan teman-teman masih asik bermain di rumah Okla. Di sisi lain, Alea masih sangat kecewa denganku. Pasalnya ia ingin mengajakku pergi mengunjungi rumah neneknya selepas kami pulang sekolah. Tetapi, aku justru memilih untuk bermain dengan teman-temanku. Karena suasana hati Alea sedang tidak baik-baik saja, maka ia memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami. Sore itu, ia meninggalkan pesan kepadaku.

"Len, apa kabar? kamu lagi bahagia ya sama temen kamu? sori ya kalo aku ganggu. Aku tahu kok kamu selama ini terkekang gara-gara ada aku. Sekarang aku udah gak mau ngelarang-larang kamu lagi. Maaf ya kalo aku sering nyusahin. Sejujurnya aku tadi mau ngajak kamu ke rumah nenek, tapi kamu langsung pergi. Padahal kita udah ga ketemu selama liburan. Meskipun aku kangen, tapi itu hak kamu buat main. Terima kasih ya Len udah pernah ada di hidup aku :')" tulis Alea.

          Tepat pada hari itu, hari pertama aku masuk sekolah dan hubungan kami berakhir. Aku menyesal dengan keputusanku. Tapi, nasi sudah jadi bubur. Andai waktu bisa kembali, aku pasti akan mementingkan Alea. Namun, saat ini hanya ada kenangan yang bisa ku ingat. Hari-hari ku jalani tanpa Alea. Tak ada sepatah kata yang terucap ketika aku berpapasan dengannya. Walaupun aku masih ingin bersamanya. Tapi aku tahu bahwa aku telah mengecewakannya. Aku hanya bisa berharap semoga Alea bisa kembali bahagia.

            Kita tidak pernah tahu kapan hal buruk akan terjadi. Lagi pula, hari sial tidak tercatat di kalender. Seharusnya kita tetap berhati-hati dan mawas diri. Supaya apa yang sedang kita jalani tidaklah blunder. Tapi, kadang kita melewatkan hal-hal kecil yang mungkin terlihat sepele bagi kita. Padahal bisa jadi hal-hal kecil tersebut sangat berarti bagi orang lain. Dalam hubungan romantis, sebuah keputusan tidak dapat diambil hanya sepihak. Karena pasangan kita juga memiliki hak. Lalu, yang seakan terlihat baik-baik saja belum tentu baik-baik saja. Dan yang selalu beriringan belum tentu berjalan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun