Mohon tunggu...
Euella Thaline
Euella Thaline Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis Tiada Henti

Karena setiap detik yang kita miliki tidak akan pernah kita ulangi lagi. Memilih bijak menggunakan waktu adalah pilihan yang tepat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kemerdekaan: Seuntai Doa bagi Indonesia

19 Agustus 2019   16:10 Diperbarui: 19 Agustus 2019   16:11 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Betapa kita tidak bersyukur, bertanah air kaya dan subur,

Lautnya luas, gunungnya megah, Menghijau padang bukit dan lembah

Bumi yang hijau, langitnya terang berpadu dalam warna cemerlang

Indah jelita damai dan teduh, persada kita jaya dan teguh"

 

Sedikit syair lagu Subronto Kusumo Atmodjo sebagai tanda betapa kita bersyukur dan beruntung sekali menjadi bagian dari Bangsa ini, Bangsa Indonesia. Bangsa yang besar dan beragam dari berbagai aspek baik suku, bahasa, agama, golongan, bahkan juga ragamnya pandangan. Bangsa yang kaya akan segala sumber daya alam yang begitu luar biasa.

Oleh karena itulah, dalam setiap hari kemerdekaan Republik Indonesia, sebagai rasa syukur dan kebahagiaan menjadi bagian dari Bangsa Indonesia, biasanya selalu diwarnai dengan berbagai macam perayaan maupun pertandingan. Ada banyak tujuan yang ingin ditunjukkan melalui pertandingan-pertandingan ini, misalnya menambah keakraban antar masyarakat, menanamkan nilai-nilai cinta tanah air, saling tolong menolong, kerjasama dan banyak lagi tujuan lainnya. Semua itu dilakukan untuk kembali menghadirkan momentum semangat kemerdekaan.

Sedikit berbeda dengan apa yang dilakukan oleh sekelompok umat Kristiani di Depok, khususnya di GKI Depok. Ada serangkaian acara yang khusus diadakan untuk mensyukuri kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 74, bukan sebatas pertandingan tetapi seuntai doa bagi bangsa Indonesia. Serangkaian acara yang disusun untuk kembali menanamkan kecintaan akan Indonesia ditengah-tengah begitu banyaknya goncangan yang terjadi di Indonesia.

Gedung yang berkapasitas sekitar 350 orang itu pun dipenuhi oleh orang-orang yang rindu memberikan seuntai doa bagi bangsa Indonesia. Bukan hanya dari golongan muda dan dewasa, tetapi dari kalangan usia lanjut juga ikut antusias hadir dalam acara ini. Dengan berbagai macam pakaian daerah yang menunjukkan ciri khas masing-masing asal daerah semakin menambah warna dalam acara ini.

Acarapun diawali dengan sebuah pengantar, bagaimana perjuangan Wage Rudolf Supratman lewat gesekan biolanya memperdengarkan lagu yang berjudul Indonesia Raya walaupun dilarang Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Seakan begitu meresapi perjuangan, pembawa acarapun terhanyut sampai membuat air mata membasahi pipinya. Suara yang semakin serak, membuat suasana ruangan semakin  hening, sampai akhirnya semua yang hadir seakan diajak kepada puncak emosi perjuangan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dari stanza I hingga stanza III.

Selain itu, seluruh yang hadir dihanyutkan kembali dengan drama musikal yang berjudul "Kulihat Ibu Pertiwi". Drama yang menggambarkan bagaimana kondisi Ibu Pertiwi dengan berbagai hal yang terjadi di usianya yang ke 74. Ibarat seorang manusia di usia yang ke 74, kondisi yang pastinya semakin lemah, imunitas yang semakin menurun bahkan mungkin berjalan pun sudah tertatih-tatih. Sebuah pertanyaan yang lantang dari seorang aktor, "Masih merdeka-kah kita? Masih merdeka-kah kita? Masih merdeka-kah kita?".

Pertanyaan yang menjadi perenungan, masihkah kita merdeka dari rasa takut? Masih kita merdeka dari rasa benci? Masih kita merdeka dari ancaman? Masihkah kita merdeka untuk menyatakan aspirasi? Masihkah kita merdeka untuk menyatakan yang benar? Masihkah kita merdeka untuk membawa kebersamaan? Masih kah kita merdeka untuk membangun harmoni untuk bangsa ini?

Pertanyaan renungan yang akhirnya dapat terjawab di akhir cerita. Ya, sampai pada usianya yang ke-74, Indonesia masih merdeka. Perpecahan-perpecahan yang mengakibatkan ketakutan, ancaman, ketidakharmonisan dan yang lainnya hanya disebabkan dari sebuah keegoisan dan kesombongan. Namun, cinta kita akan Indonesia, itulah yang akan terus menyatukan kita sebagai bangsa Indonesia. Cinta kita akan Indonesia, itulah yang akan mengikat kita dalam setiap keberagaman yang ada. Cinta yang akan membuat Negara kita kokoh. Cinta akan semua keberagaman yang ada di dalamnya sebagai modal sosial untuk menciptakan harmonisasi Indonesia.

Mari kita berdiri bagi bangsa kita, membawa doa kita untuk bangsa Indonesia. Melihat Indonesia pulih dari dari semua problema kehidupan, problema perpecahan, problema kemiskinan, problema ketakutan, problema ketidakharmonisan. Inilah tugas kita sebagai rakyat Indonesia, sebagai warga Negara yang tinggal dan menikmati kebesaran dan kekayaan Indonesia.

Ya, inilah seuntai doa bagi bangsa Indonesia. Untuk semakin mencintai bangsa Indonsia di usianya yang semakin tua. Cinta untuk merawat Indonesia kita, cinta untuk menjaga Ibu Pertiwi kita, cinta untuk mengasihi ibu pertiwi kita. Merdeka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun