Demi tercapainya tujuan hakiki dari pendidikan, maka segala daya upaya perlu dilakukan untuk memperbaharui pendidikan kita agar tidak terjebak dalam disorientasi yang mengarah pada sinisme, sektarianisme, pragmatisme, agitasi, stereotype, kecenderungan mengambil jalan pintas, dan hal-hal destruktif lainnya. Perlu lebih dari sekedar pelatihan, yakni penempaan. Dan itu harus dimulai sedini mungkin, dimulai dari sekarang. Dari hal yang sederhana, sampai yang pelik. Minimal ada tekad dan kemauan kuat yang datang dari diri sendiri.
Di sisi lain, guru bisa menyiasati penempaan daya pikir dengan menstimulus semangat berpikir murid didiknya lewat beragam cara. Tentu saja ini tidak dapat dilakukan tanpa ada pengenalan serta pendekatan secara personal yang lebih jauh terhadap tiap murid didik. Di samping itu, guru sebagai pendidik juga dituntut untuk konsisten –terlebih persisten- dalam menyampaikan setiap nilai virtue yang ada. Tidak hanya sekedar bicara, melainkan juga menjalankan apa yang diucapkan. Buat apa, misalnya, gembar gembor mendengungkan tentang self-discipline, tetapi untuk mendisiplinkan diri saja tidak mampu. Hal yang demikian tidak hanya menjadi kewajiban murid, tapi juga guru dan seluruh stakeholder.
Dan yang terpenting, setiap murid didik harus dibekali nilai-nilai kehidupan (life values) agar menjadi manusia yang utuh, beretika, tidak sempit dan picik, mampu mengendalikan diri, serta berelasi baik dengan orang lain. Ya. Mereka harus belajar untuk menempa diri mereka sendiri, menjadi sesuatu yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Sebab kelak, merekalah yang akan menjadi penentu bagi masa depan, dan sejarah bangsa kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H